POSO, beritapalu.ID | Sidang perdana perkara pidana Christian Toibo digelar di Pengadilan Negeri Poso, Rabu (18/12/2025). Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Pande Tasya SH dengan agenda pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Persidangan dihadiri empat orang Kuasa Hukum dari Pengacara Hijau Indonesia yang mendampingi Christian Toibo, pejuang hak asasi manusia, agraria, dan tokoh masyarakat adat dari Desa Watutau, Kabupaten Poso. Keempat pengacara tersebut adalah Sandy Prasetya Makal SH, Hilman SH, Parawangsa SH, dan Moh. Taufik D. Umar SH.
Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan, Pengacara Hijau Indonesia secara tegas mengajukan eksepsi tertulis terhadap dakwaan.
Sandy Prasetya Makal membacakan eksepsi di hadapan Majelis Hakim. Dalam eksepsi, tim kuasa hukum menegaskan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum mengandung cacat yuridis serius dan fundamental.
“Surat Dakwaan ini disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Unsur kesalahan (mens rea) tidak diuraikan, hubungan kausalitas diasumsikan tanpa konstruksi hukum yang sah, dan hak Terdakwa untuk membela diri secara adil telah dilanggar. Dakwaan demikian tidak layak dijadikan dasar pemeriksaan perkara pidana dalam negara hukum,” ungkap Sandy.
Pengacara Hijau Indonesia menilai bahwa dakwaan tersebut melanggar Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingga berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP harus dinyatakan batal demi hukum. Eksepsi ini diajukan untuk menjaga kemurnian hukum acara pidana dan melindungi hak asasi manusia dalam peradilan.
Usai pembacaan eksepsi, Sandy juga mengajukan permohonan penangguhan/pengalihan penahanan terhadap Christian Toibo kepada Majelis Hakim. Permohonan tersebut dilengkapi dengan dua orang penjamin, yakni Kepala Desa Watutau dan istri Christian Toibo.
Kuasa Hukum juga melampirkan surat penjaminan dari 20 organisasi masyarakat sipil baik nasional maupun daerah, yang ditandatangani langsung oleh pimpinan masing-masing organisasi.
“Atas nama kemanusiaan, kami mengajukan penangguhan atau pengalihan penahanan terhadap Christian Toibo yang saat ini masih ditahan di Rutan Poso. Pak Christian Toibo bukan hanya pejuang HAM, pejuang agraria, dan tokoh masyarakat adat, tetapi juga seorang suami dan seorang ayah, yang tentu sangat berharap dapat menyambut dan merayakan Hari Raya Natal bersama keluarganya,” kata Sandy di persidangan.
Majelis Hakim memutuskan untuk menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada Jumat (19/12/2025) dengan agenda Jawaban Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi Kuasa Hukum, dan penyampaian sikap Majelis Hakim atas permohonan penangguhan penahanan Christian Toibo.
Bersamaan dengan jalannya persidangan, masyarakat adat dari Desa Watutau, Maholo, dan Alitupu, bersama berbagai organisasi masyarakat sipil—di antaranya WALHI Sulawesi Tengah, Solidaritas Perempuan Palu, Solidaritas Perempuan Poso—yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pekurehua, menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Poso.
Aksi tersebut menuntut pembebasan Christian Toibo dan penghentian kriminalisasi terhadap pejuang agraria dan masyarakat adat.
Massa aksi diterima langsung oleh Hakim Pengadilan Negeri Poso, Muamar Azmar Mahmud Farig SH MH. YM Muamar menyampaikan bahwa aspirasi masyarakat diterima dengan baik oleh PN Poso, serta menyarankan agar seluruh tuntutan dan argumentasi masyarakat diperjuangkan secara hukum melalui Nota Pembelaan Kuasa Hukum di persidangan.
Sebagai penutup aksi, Koalisi Kawal Pekurehua, yang diwakili oleh Kepala Desa Watutau, menyerahkan 232 dokumen penjaminan dari masyarakat kepada YM Muamar sebagai bentuk dukungan nyata terhadap permohonan penangguhan/pengalihan penahanan Christian Toibo.
Pengacara Hijau Indonesia menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar perkara pidana biasa, melainkan cermin bagaimana hukum diuji: apakah ia berdiri untuk keadilan, atau justru menjadi alat kriminalisasi terhadap pejuang rakyat dan masyarakat adat.
“Kami menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk mengawal proses hukum ini secara terbuka, adil, dan beradab, serta memastikan bahwa pengadilan tetap menjadi rumah keadilan, bukan ruang penghukuman bagi mereka yang memperjuangkan hak hidup dan tanahnya. Hukum harus berdiri di sisi kemanusiaan. Keadilan tidak boleh dipenjara,” demikian pernyataan Pengacara Hijau Indonesia.
pojokPALU
pojokSIGI
pojokPOSO
pojokDONGGALA
pojokSULTENG
bisnisSULTENG
bmzIMAGES
rindang.ID
Akurat dan Terpecaya