GAZA, beritapalu.ID | Kondisi kelaparan yang sangat parah kini melanda Gaza, demikian disampaikan pakar ketahanan pangan yang didukung PBB pada Selasa (29/7/2025). Seruan ini disampaikan di tengah konflik yang tak kunjung usai, jutaan warga yang harus mengungsi, serta lumpuhnya layanan dasar di wilayah yang hancur akibat perang tersebut.
Menurut Integrated Food Security Phase Classification (IPC), dua dari tiga indikator kelaparan, yaitu anjloknya konsumsi makanan dan peningkatan kasus malnutrisi akut, telah terpenuhi di Gaza. Meskipun status kelaparan belum dapat dinyatakan secara resmi karena kurangnya data kematian yang terbukti langsung akibat kelaparan, bukti terus menunjukkan banyak kematian disebabkan oleh kelaparan, malnutrisi, dan penyakit terkait.
“Ini bukan lagi ancaman di kejauhan, melainkan bencana yang sedang berlangsung di depan mata kita, di layar televisi kita,” ujar Ross Smith, Direktur Penanganan Darurat Program Pangan Dunia (WFP), dalam konferensi pers di Jenewa. “Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya di abad ini.”
Dari markas besar PBB di New York, Sekretaris Jenderal António Guterres menyatakan bahwa laporan ini membenarkan kekhawatiran bahwa Gaza berada di ambang kelaparan. “Fakta-faktanya sudah jelas dan tidak terbantahkan,” katanya, menegaskan bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi krisis kemanusiaan yang luar biasa parah.
Kondisi di Gaza sangat mengkhawatirkan: sepertiga penduduk kini harus bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa hari berturut-turut. Rumah sakit kewalahan, dengan lebih dari 20.000 anak-anak dirawat karena malnutrisi akut sejak April. Setidaknya 16 anak di bawah lima tahun meninggal sejak pertengahan Juli dengan penyebab kematian terkait kelaparan.
Laporan IPC Mei lalu telah memperkirakan seluruh populasi Gaza akan mengalami tingkat krisis pangan terparah pada September, dengan setidaknya 500.000 orang diperkirakan mencapai level ekstrem IPC Fase 5 (kelaparan, kemelaratan, dan kematian).
Krisis ini berakar dari konflik berkepanjangan sejak serangan Hamas di Israel pada Oktober 2023. Pertempuran telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan sekitar 70 persen infrastruktur Gaza. Sekitar 90 persen dari 2,1 juta penduduk Gaza telah mengungsi, dan zona aman kini hanya mencakup kurang dari 12 persen dari total wilayah. Sejak gencatan senjata terakhir berakhir pada 18 Maret, lebih dari 762.500 orang terusir dari tempat tinggalnya.
Akses bantuan kemanusiaan tetap sangat terbatas, dengan banyak konvoi yang dihalangi atau dijarah. Meskipun Israel mengumumkan “jeda kemanusiaan harian” dan lebih dari 100 truk bantuan masuk pada Minggu lalu, PBB menegaskan bahwa Gaza membutuhkan pasokan besar makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
“Bantuan yang masih mengalir sedikit ini harus berubah menjadi sebuah arus besar,” ujar Guterres, yang kembali menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera dan permanen, pembebasan semua sandera tanpa syarat, serta akses penuh bagi bantuan kemanusiaan. “Ini adalah ujian bagi rasa kemanusiaan kita bersama, dan kita tidak boleh gagal menjalaninya.”
Sejalan dengan seruan global, IPC juga mendesak gencatan senjata tanpa syarat, pembukaan akses untuk bantuan kemanusiaan, dan pemulihan layanan dasar, memperingatkan bahwa kematian massal tidak bisa dihindari tanpa tindakan segera. Laporan juga menyoroti kerentanan perempuan dan anak-anak. Sofia Calltorp, Direktur UN Women di Jenewa, menegaskan seruan untuk akses penuh bantuan kemanusiaan bagi perempuan dan anak perempuan, pembebasan sandera, dan gencatan senjata segera. (afd/*)