
JENEWA, beritapalu.ID | Dalam sebuah pernyataan yang mengguncang hati nurani dunia, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Tom Fletcher, menyampaikan seruan mendesak: “Kelaparan kronis di Gaza harus mendorong dunia untuk bertindak—sekarang.”
Berdiri di depan para jurnalis dan pekerja kemanusiaan di Jenewa, Fletcher membuka jumpa pers dengan suara yang bergetar, tetapi tegas. Ia meminta semua orang membaca laporan terbaru dari Integrated Food Security Phase Classification (IPC) bukan sebagai kumpulan angka, tapi sebagai daftar nama, kisah, dan nyawa yang sedang sekarat.
“Bacalah laporan ini dari awal sampai akhir. Bacalah dengan duka. Bacalah dengan kemarahan. Karena ini bukan sekadar data—ini adalah kehidupan manusia yang dihancurkan oleh kelaparan yang bisa dicegah.”
Kelaparan yang Bisa Dicegah, Tapi Dibiarkan Terjadi
Fletcher menggambarkan Gaza sebagai wilayah di mana kelaparan terjadi hanya ratusan meter dari gudang makanan, di tengah tanah yang subur, namun terhalang oleh hambatan sistematis. Makanan menumpuk di perbatasan, sementara anak-anak menangis karena perut kosong. Truk bantuan terparkir berhari-hari, sementara ibu-ibu memilih anak mana yang bisa diberi makan hari itu.
“Ini bukan bencana alam. Ini adalah kelaparan yang direkayasa. Kelaparan yang dipromosikan secara terbuka oleh sebagian pemimpin sebagai alat perang. Dan ini terjadi di abad ke-21—di bawah pengawasan drone, kamera, dan teknologi canggih yang seharusnya melindungi manusia, bukan membiarkan mereka mati kelaparan.”
Ia menekankan: ini bukan hanya kelaparan di Gaza. Ini kelaparan dunia. Dunia yang diam. Dunia yang memilih tidak melihat. Dunia yang membiarkan satu-satunya media yang tersisa di Gaza—suara rakyatnya sendiri—dihapus, dilarang, atau dihalangi.
“Kami memperingatkan ini berulang kali. Tapi media internasional tidak diizinkan masuk. Anda tidak bisa melihat wajah-wajah yang terluka, mendengar tangisan bayi yang lemah, merasakan genggaman tangan seorang kakek yang memohon makanan. Mereka tidak butuh membaca laporan. Mereka hidup di dalamnya—setiap detik, setiap hari, selama berbulan-bulan.”
“Cukup. Biarkan Kami Masuk.”
Dengan suara yang penuh desakan, Fletcher mengarahkan pesannya langsung kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan semua pihak yang memiliki pengaruh:
“Cukup. Gencatan senjata sekarang. Buka semua perbatasan—utara dan selatan. Biarkan makanan, obat, air bersih, dan bantuan masuk tanpa hambatan. Sudah terlambat bagi begitu banyak orang. Tapi belum terlambat bagi semua. Biarkan kami menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan. Demi kemanusiaan, biarkan kami masuk.”
“Ini Momen Malu bagi Kita Semua”
Dalam sesi tanya jawab, Fletcher menyebut situasi ini sebagai “momen rasa malu kolektif” bagi komunitas internasional.
“Kita semua harus bercermin. Apakah kita bisa melakukan lebih? Haruskah kita bersuara lebih keras? Kita menyaksikan ini terjadi, tapi dari jauh. Kita membaca laporan, tapi tidak merasakan lapar itu. Padahal, di balik angka-angka itu, ada Iman yang berusia 6 tahun, yang tidak makan selama tiga hari. Ada Fatima, yang menjual perhiasan neneknya demi sepotong roti. Ada ayah yang menangis karena tidak bisa memberi anaknya susu.”
Ia juga menyampaikan harapan: bahwa bukan semua warga Israel mendukung kelaparan ini. Bahkan dari dalam kibbutz yang menjadi korban serangan 7 Oktober, ada suara-suara yang meminta agar makanan masuk ke Gaza.
“Saya bicara dengan penyintas di Nir Oz. Mereka berkata: ‘Kami ingin perdamaian. Kami ingin kemanusiaan. Kami ingin makanan itu masuk.’ Mereka tidak ingin balas dendam yang melahap anak-anak tak bersalah. Dengarkan suara mereka juga.”
Dunia Tahu Caranya. Tapi Izin Tidak Diberikan.
Fletcher menegaskan bahwa PBB dan mitra kemanusiaan lainnya tahu cara menghentikan kelaparan ini. Sistem distribusi pernah bekerja—saat gencatan senjata awal tahun ini, 700 truk bantuan masuk setiap hari. Jaringan logistik siap. Tim lapangan siap. Tapi akses ditolak.
“Kami tidak butuh pelajaran. Kami butuh izin. Kami tidak butuh debat. Kami butuh jalan terbuka. Kami bisa menghentikan ini dalam hitungan minggu—jika dibiarkan bekerja.”
Ia juga menyampaikan keprihatinan atas pembatasan terhadap LSM kemanusiaan, yang kini dihalangi, diintimidasi, bahkan dituduh tanpa dasar. Lebih dari 100 organisasi telah menandatangani surat bersama, meminta agar hambatan dihapus.
“Akses bukan hanya untuk PBB. Ini untuk seluruh gerakan kemanusiaan. Kami butuh mereka kembali—di lapangan, menyelamatkan nyawa.”
Dan Sekarang, Apa yang Akan Kita Lakukan?
Pernyataan Fletcher ditutup dengan pertanyaan yang menggema:
“Kelaparan ini akan menghantui kita semua. Bukan karena kita tidak tahu. Tapi karena kita tahu—dan tetap diam. Ia akan bertanya pada kita: ‘Apa yang sudah kau lakukan?’ Dan suatu hari, kita harus menjawabnya.”
Seruannya jelas:
Cukup dengan kata-kata. Cukup dengan diam.
Sekarang, saatnya bertindak.
Untuk Gaza.
Untuk martabat manusia.
Untuk kemanusiaan yang belum sepenuhnya mati.