PALU, beritapalu.ID | Aroma daun pangi dan mayana bercampur dengan kesegaran bambu yang baru dipotong memenuhi udara di lapangan terbuka dekat Jembatan Nunu. Sejak Senin (22/12/2025), deretan tenda-tenda sederhana mulai bermunculan, membawa serta warna hijau pepohonan dari pegunungan Palolo.
Ini bukan pasar biasa. Ini adalah ritual tahunan yang menandai kedatangan Natal dan Tahun Baru di Kota Palu.
Setiap menjelang perayaan dua momen penting itu, sebagian warga Desa Petimbe, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, meninggalkan kampung halaman mereka di kaki pegunungan. Mereka turun ke kota, bukan untuk berlibur atau sekadar merayakan, melainkan untuk berdagang—membawa serta kekayaan alam hutan yang telah menjadi bagian dari tradisi kuliner masyarakat Sulawesi Tengah.
Jejak Tradisi yang Tak Pernah Padam
Berbaris rapi di lapangan yang disulap menjadi pasar musiman, para pedagang ini menggelar dagangan khas: rempah-rempah hutan, sayur mayur yang dipetik langsung dari pepohonan liar, hingga batang-batang bambu yang akan menjadi wadah nasi jaha—hidangan ikonik yang tak boleh absen dari meja perayaan.
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan tepatnya tradisi ini dimulai, warga setempat sudah mahfum bahwa pasar musiman ini telah berlangsung cukup lama. Dulu, para pedagang menjajakan dagangan mereka di pinggir-pinggir jalan utama kota. Namun, seiring meningkatnya arus lalu lintas, mereka kemudian direlokasi ke kawasan lapangan terbuka agar tidak mengganggu mobilitas kendaraan.
Berburu Bahan Tradisional
Di salah satu lapak, seorang warga terlihat memilih-milih daun pangi, bahan utama untuk masakan khas Sulawesi yang memberi cita rasa unik pada berbagai hidangan tradisional. Tak jauh dari sana, pembeli lain sedang membeli daun mayana dan daun lelen, dua jenis dedaunan yang juga menjadi bumbu penting dalam kuliner lokal.
Di sudut lapangan, suara gerinda memotong bambu terdengar bersahut-sahutan. Seorang pria pedagang sibuk mengergaji batang bambu pesanan pembeli. Bambu-bambu ini nantinya akan diisi beras ketan, santan, dan kacang tanah, lalu dibakar hingga menjadi nasi jaha yang harum dan gurih—simbol kemeriahan perayaan.
Pasar sebagai Penanda Perayaan
Kehadiran pasar musiman ini bukan sekadar transaksi jual-beli biasa. Ia adalah penanda budaya, jembatan yang menghubungkan kehidupan pegunungan dengan hiruk-pikuk perkotaan. Ia adalah bukti bahwa meskipun zaman terus berubah dan modernitas merambah setiap sudut kehidupan, tradisi kuliner tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan.
Bagi warga Palu, berburu bahan-bahan tradisional di pasar musiman ini adalah bagian dari ritual menyambut Natal dan Tahun Baru. Bukan hanya soal membeli, tetapi juga tentang menjaga warisan leluhur agar tetap hidup di tengah generasi baru.
Hingga akhir Desember nanti, pasar musiman ini akan terus ramai dikunjungi. Dan ketika perayaan usai, para pedagang dari Petimbe akan kembali ke kampung halaman mereka di pegunungan, menunggu tahun depan untuk kembali turun dengan membawa serta aroma hutan dan kenangan yang sama.
Berikut foto terkait:
View this post on Instagram
pojokPALU
pojokSIGI
pojokPOSO
pojokDONGGALA
pojokSULTENG
bisnisSULTENG
bmzIMAGES
rindang.ID
Akurat dan Terpecaya