JAKARTA, beritapalu.ID | Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Pemerintah Indonesia untuk memiliki target penurunan emisi yang ambisius dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) 3.0 sebagai wujud komitmen mencegah bencana iklim global. Langkah ini diambil di tengah suhu panas dan anomali cuaca yang melanda berbagai wilayah di Indonesia akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.
IESR mendesak pemerintah menyampaikan NDC 3.0 kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) sebelum Conference of the Parties (COP) 30 berlangsung pada November 2025 sebagai bentuk solidaritas global dan kepemimpinan Indonesia dalam penanganan perubahan iklim.
Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa, mengungkapkan target bersyarat maupun tidak bersyarat dalam draf NDC 3.0 belum konsisten dengan pembatasan kenaikan temperatur di bawah 2°C sesuai tujuan Persetujuan Paris.
“Meskipun pemerintah telah memperkirakan puncak emisi telah bergeser ke 2035, upaya untuk percepatan penurunan emisi dengan mencapai puncak emisi pada 2030 sebenarnya masih dapat dilakukan dengan melakukan pensiun PLTU batu bara, dan mempercepat pembangunan energi terbarukan, salah satunya mengimplementasikan pembangunan PLTS 100 GW dalam waktu lima tahun, dan penggantian 3,4 GW Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tersebar yang dioperasikan PT PLN,” jelasnya.
Berdasarkan analisis Climate Action Tracker (CAT), Indonesia perlu menetapkan penurunan GRK yang sejalan dengan jalur 1,5°C diperkirakan sebesar 850 juta ton setara karbon dioksida pada 2030 dan turun menjadi 720 juta ton setara karbon dioksida pada 2035, di luar kontribusi penyerapan karbon dari sektor lahan dan kehutanan.
IESR merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu segera merealisasikan rencana pensiun dini bagi PLTU yang tua, tidak efisien, dan beremisi tinggi. Terdapat potensi sebesar 9 GW PLTU yang dapat dipensiunkan secara bertahap hingga 2030–2035, dan substitusi PLTD 3,5 GW yang dioperasikan PLN di daerah 3T, disertai pembangunan energi terbarukan hingga 100 GW.
Kedua, melakukan reformasi subsidi bahan bakar fosil untuk mendorong penggunaan energi lebih efisien dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
Ketiga, percepatan efisiensi dan konservasi energi harus menjadi prioritas melalui standardisasi, sertifikasi, serta kemudahan akses pendanaan, agar sektor industri dan bangunan dapat menerapkan berbagai metode penghematan energi.
Keempat, menindaklanjuti komitmen Global Methane Pledge dengan menurunkan emisi gas metana sebesar 30 persen pada 2030, sebagaimana disetujui Presiden Joko Widodo pada 2021.
Di tengah penantian penerbitan NDC 3.0, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional pada 10 Oktober 2025.
IESR menilai perlu adanya sistem perlindungan yang mampu memastikan integritas pasar karbon selaras dengan praktik perlindungan lingkungan, meningkatkan kredibilitas di mata pelaku pasar karbon dan publik. Selain itu perlu pula mekanisme transparan untuk menghindari potensi kecurangan karbon. (afd/*)