JAKARTA, beritapalu.ID | United Nations Development Programme (UNDP) dan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyelenggarakan “Judicial Leadership Colloquium for Women Judges in Indonesia” pada 11-12 Agustus 2025 di Jakarta.
Kolokium ini mempertemukan 45 hakim perempuan terpilih dari pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di seluruh Indonesia, termasuk Ketua Pengadilan, Hakim Senior, dan Hakim Agung.
Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek regional “Shift Underway: Promoting Women’s Leadership in the Judiciary in Asia” yang dilaksanakan di Indonesia, Thailand, Republik Demokratik Rakyat Laos, dan Bangladesh di bawah naungan UNDP dan Global Gender Justice Platform, UN Women.
Didukung Kerajaan Belanda dan Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, inisiatif ini bertujuan memperkuat sistem peradilan dengan membekali hakim perempuan keterampilan kepemimpinan melalui pelatihan praktis, pembelajaran dari kasus nyata, dan kesempatan berjejaring dengan rekan sejawat dari negara lain.
“Kolokium ini bertujuan untuk mentransformasi institusi dari dalam,” ujar Sujala Pant, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia. “Kepemimpinan perempuan dalam sistem peradilan itu sendiri penting. Partisipasi aktif dan kepemimpinan perempuan dalam peradilan memungkinkan sistem secara keseluruhan menjadi lebih representatif, lebih inklusif terhadap berbagai kebutuhan dan perspektif, dan juga lebih adil.”
Dalam pidato utamanya, Dr. Nani Indrawati, Hakim Agung di MA RI dan Ketua Badan Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI), menegaskan pentingnya inisiatif ini.
“Pembentukan BPHPI pada tahun 2023 menandai tonggak bersejarah bagi peradilan kita. Badan ini bukan sekadar perkumpulan, melainkan platform solidaritas dan pemberdayaan,” katanya.
Pada hari pertama, fasilitator Francesca Del Mese dari Inggris memandu peserta melalui sesi pelatihan interaktif tentang kepemimpinan peradilan, gaya kepemimpinan pribadi, pengambilan keputusan etis, dan integritas kelembagaan.
Hari kedua mengeksplorasi dampak pengawasan media, pelecehan daring, dan tekanan psikososial terhadap independensi peradilan melalui diskusi panel dan lokakarya berbasis skenario. Program juga menyoroti praktik terbaik dari yurisdiksi lain, termasuk pertukaran virtual dengan Hakim Aisha Shujune Muhammad dari Republik Maladewa.
Di akhir kolokium, setiap hakim menyusun rencana kepemimpinan pribadi dan berkontribusi pada peta jalan kolektif untuk memajukan kesetaraan gender di pengadilan masing-masing, termasuk peluncuran program pendampingan lokal dan advokasi reformasi kelembagaan.
Programme Specialist Biro Asia dan Pasifik UNDP Simone Boneschi menyampaikan bahwa keterwakilan perempuan hanya 30% dari seluruh lembaga peradilan di Asia dan Oseania, dengan jumlah yang jauh lebih sedikit untuk posisi tinggi.
“Dengan menghubungkan hakim perempuan dari Indonesia dengan rekan-rekan mereka di negara-negara tetangga, UNDP membantu membangun jejaring pemimpin perempuan yang terus berkembang yang dapat mendorong reformasi dari lini terdepan pengadilan mereka,” ujarnya.
Inisiatif ini berkontribusi langsung pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 (Kesetaraan Gender) dan 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh). (afd/*)