PALU, beritapalu.ID | Wakil Ketua MPR RI Abcandra Muhammad Akbar Supratman membuka Festival Perpaduan Cerita Rakyat dan Seni (Folklore Fusion Festival & Art) 2025 yang digelar di kawasan Cagar Budaya Banua Oge, Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/10/2025) malam.
Turut hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Sulteng Andi Kamal Lembah yang mewakili Gubernur Sulteng, Kadis Pendidikan Kota Palu Hardi mewakili Wali Kota Palu, Kasat Bimas mewakili Kapolresta Palu, pemerhati budaya Banua Oge Mehdi Datupalinge, serta para seniman, budayawan, dan komunitas kreatif.
Dalam sambutannya, Abcandra menyampaikan apresiasi tinggi atas penyelenggaraan festival yang memadukan kekayaan cerita rakyat dan tradisi dengan karya kreatif modern ini.
“Ini satu hal yang sangat baik yang perlu kita jaga. Di tahun 2025 ada Rancangan Undang-Undang Bahasa Daerah yang sedang saat ini dibahas. Sebagai anak muda, teman-teman yang tergabung dalam Fusion Fest bisa menjaga warisan tersebut dan bisa membagikan ilmu tersebut,” ujar Abcandra.
Ia menegaskan pentingnya melestarikan cerita rakyat di tengah persaingan globalisasi yang sangat ketat. “Sebagai bangsa yang kokoh, kita tidak boleh melupakan identitas. Saya sendiri ketika masuk ke sini teringat beberapa cerita rakyat, seperti cerita rakyat mengenai Wentira,” katanya.
Abcandra juga menyampaikan bahwa sebagai pimpinan MPR RI, ia ingin menegaskan empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan NKRI. “Harapannya mudah-mudahan dalam perhelatan Folklore Fusion Fest ini bisa melibatkan atau mengambil dari empat pilar kebangsaan yang perlu kita tanamkan kepada anak cucu kita,” tegasnya.
Warisan Budaya Sulteng Terus Dilestarikan
Kepala Dinas Kebudayaan Sulteng Andi Kamal Lembah dalam sambutannya menyatakan bahwa Folklore Fusion Fest bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi merupakan ruang dialog dan kolaborasi antarbudaya, tempat di mana tradisi bertemu dengan inovasi.
“Melalui semangat kebudayaan untuk hidup yang berkelanjutan, Folklore Fusion Fest mengajak kita semua untuk memaknai warisan budaya bukan hanya sebagai peninggalan masa lalu, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan kekuatan untuk masa depan,” ujar Andi Kamal.
Ia menjelaskan bahwa Sulawesi Tengah adalah tanah yang kaya akan kisah, simbol, dan makna, dari megalit, lorel indu, rumah tradisional, tenun ikat Donggala, kain nculit Sigi, hingga tari dan musik tradisional seperti Kaili, Pamona, dan Mori.
“Melalui kegiatan pada malam hari ini, kita ingin menunjukkan kepada Indonesia dan dunia bahwa budaya Sulawesi Tengah hidup, tumbuh, dan terus bertransformasi,” katanya.
Andi Kamal juga menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Sulteng melalui Dinas Kebudayaan telah mengusulkan sejumlah warisan budaya daerah dan telah diputuskan melalui sidang penetapan warisan budaya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia oleh Kemendikbud.
Ruang Hidup untuk Tumbuh Bersama
Pemerhati budaya Banua Oge, Mehdi Datupalinge, menyampaikan rasa syukur atas kehadiran Wakil Ketua MPR RI yang datang hanya satu jam sebelum pelaksanaan acara karena kecintaannya terhadap persoalan kebudayaan.
“Kita tahu bersama Folklore Fusion Fest adalah salah satu program dari teman-teman kebudayaan dalam pemajuan kebudayaan. Karena di satu sisi, kebudayaan kita hari ini sudah mengalami degradasi yang sangat cepat, banyak yang terkikis, banyak budaya yang hilang,” ujar Mehdi.
Ia berharap festival ini dapat menjawab pertanyaan tentang penyelamatan kebudayaan di tengah perubahan yang begitu cepat. “Semoga warisan budaya kita bisa selalu terjaga oleh para pemimpin kita, oleh para penerus kita yang menjabat di era hari ini,” katanya.
Mehdi juga mengajak masyarakat untuk terus hadir dalam acara ini hingga malam ketiga pada tanggal 19 Oktober, serta menghadiri Pesta Kampung Air yang akan diselenggarakan pada 30 Oktober hingga 1 November 2025.
Leader Project Folklore Fusion Fest 2025, Moh Zulfikar, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam festival ini.
“Folklore Fusion Fest adalah ruang hidup untuk tumbuh bersama, bukan sebatas gelaran atau pesta kebudayaan atau kesenian estetik semata. Ini merupakan media perjumpaan, pertemuan masa lampau dan apa yang hari ini kita sebut dengan modernitas,” ujar Zulfikar.
Festival Folklore Fusion Fest 2025 berlangsung selama tiga hari hingga 19 Oktober 2025 di kawasan Cagar Budaya Banua Oge, Kampung Lere, Palu, dengan menampilkan berbagai pertunjukan seni dan budaya tradisional Sulawesi Tengah, termasuk instalasi seni dan pameran arsip oleh Komuniats Historia Sulteng. Festival itu juga dimeriahkan dengan aneka jajanan kuliner tradisional sekitar area festival. (bmz)
pojokPALU
pojokSIGI
pojokPOSO
pojokDONGGALA
pojokSULTENG
bisnisSULTENG
bmzIMAGES
rindang.ID
Akurat dan Terpecaya