Mewakili Gbernur, Kadis Kebudayaan Sulteng Andi Kamal Lembah (kanan) menyampaikan sambutan pada pembukaan Festival Tampolore di Situs Megalit Pokokea di Desa Hanggira, Lore Tengah, Poso, Jumat (27/6/2025). (Foto: nmzIMAGES/Basri Marzuki)
POSO, beritapalu | Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid diwakili Kadis Kebudayaan Sulteng Andi Kamal Lemba, mengajak masyarakat Poso, khususnya warga Tampolore, untuk menjadikan Festival Tampolore sebagai ajang untuk mengangkat pariwisata megalit ke level dunia.
Ajakan ini disampaikan saat membuka Festival Tampolore ke-4 yang digelar di Situs Megalit Pokekea, Desa Hanggira, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Jumat (27/6/2025).
Menurut Andi Kamal Lemba, Festival Tampolore bukan hanya sekadar pertunjukan budaya, melainkan wujud nyata komitmen Pemerintah Kabupaten Poso, khususnya di Tampolore, dalam mempromosikan budaya dan pariwisata hingga ke tingkat nasional dan internasional.
“Megalit di Lembah Behoa yang sudah dikenal luas tetap perlu didorong menjadi tujuan wisata bernilai tinggi. Dengan begitu, akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” ujar Kamalemba di hadapan para undangan.
Ia menambahkan, pemerintah melalui program unggulan 9 Berani terus mendorong masyarakat agar penyelenggaraan festival budaya tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga mendatangkan nilai ekonomi bagi warga.
Bupati Poso, yang diwakili Kepala Dinas Pariwisata Yusak Mentara, turut menyambut baik terselenggaranya Festival Tampolore yang kini memasuki tahun keempat. Ia secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Relawan Orang dan Alam (RoA) yang telah konsisten menggelar festival ini hingga tahun keempat.
Menurut Yusak, kehadiran RoA sebagai penyelenggara festival membuktikan komitmen kuat dalam mempromosikan kebudayaan dan pariwisata ke level nasional dan dunia.
Lebih jauh, Yusak menjelaskan bahwa Festival Tampolore adalah manifestasi jati diri masyarakat Tampolore. Festival ini mengedepankan dua unsur utama: budaya dan alam. “Tampolore tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki tradisi budaya yang sangat tua,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, mengajak seluruh warga Poso, khususnya di Tampolore, untuk bersama-sama menjaga warisan budaya yang tersebar di Lembah Behoa. Ia mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang berupaya mendorong pengakuan tradisi tua di Tampolore sebagai warisan budaya dunia. “Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” tegas Tan.
Ketua Panitia Festival Tampolore, Rexy, melaporkan bahwa festival akan berlangsung hingga 29 Juni 2025. Sejumlah kegiatan akan meramaikan festival, mulai dari lomba musik bambu, parade pangan lokal, pameran kerajinan, diskusi film, hingga jelajah megalit.
Menurut Rexy, tema festival kali ini adalah Harmonisasi Budaya dan Alam. “Tema ini sangat relevan dengan upaya kita saat ini untuk menyelamatkan lingkungan,” tutupnya. (afd/*)