Lagi, Warga Gaza Tewas Saat Cari Bantuan Pangan, Layanan Kesehatan Lumpuh Total
GAZA, beritapalu | Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa sistem kesehatan di Gaza berada di ambang kehancuran dan berulang kali kewalahan menangani puluhan orang yang tewas dan terluka di dekat lokasi distribusi bantuan.
“Kami sedang berjalan di garis abu-abu yang sangat tipis antara mampu beroperasi dan lumpuh total, setiap hari,” kata dr. Thanos Gargavanis, ahli bedah trauma dan petugas darurat WHO, Selasa (17/6/2025).
Komentar dokter veteran PBB ini muncul di tengah laporan baru pada Selasa pagi bahwa ada banyak warga Palestina yang kembali diserang dan tewas saat sedang berusaha mendapat bantuan pangan, kali ini di dekat lokasi distribusi bantuan di Khan Younis, Gaza Selatan.
Dokter Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina, menyatakan bahwa kejadian yang menimpa ratusan korban ini membuat Kompleks Medis Nasser di Khan Younis membeludak dengan pasien.
Zona Terlarang
Dokter Peeperkorn menyatakan bahwa layanan kesehatan di seluruh Gaza saat ini “hampir punah” dan sangat sulit diakses, karena lebih dari 80 persen wilayah Gaza berada di bawah perintah evakuasi. “Wilayah untuk misi kemanusiaan yang terus menyempit membuat aktivitas pemberian layanan kesehatan jauh lebih sulit dari hari-hari sebelumnya,” tambah dr. Gargavanis.
Kompleks Medis Nasser merupakan rumah sakit rujukan terbesar di Gaza dan satu-satunya rumah sakit utama yang masih beroperasi di Khan Younis. Lokasinya berada di dalam zona evakuasi yang diumumkan pasukan Israel pada 12 Juni.
Sementara itu, Rumah Sakit Al-Amal yang dikelola oleh Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) masih memberikan layanan bagi pasien yang sudah berada di dalam, namun tidak bisa menerima pasien baru akibat operasi militer yang masih berlangsung.
“Inilah yang kami sebut sebagai rumah sakit dengan fungsi seminimum mungkin,” kata dr. Peeperkorn.
Dari total 36 rumah sakit di Gaza, hanya 17 yang masih berfungsi sebagian. Persediaan medis saat ini sangatlah sedikit, dan selama lebih dari 100 hari terakhir tidak ada pasokan bahan bakar yang masuk ke Jalur Gaza.
Peristiwa serangan terbaru yang memakan banyak korban ini adalah yang kesekian kalinya terjadi pada warga Gaza yang sedang mencoba mengakses bantuan, di tengah pembatasan ketat yang diberlakukan Israel terhadap jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke wilayah tersebut.
Pada Senin (16/6), ada lebih dari 200 pasien yang tiba di Rumah Sakit Palang Merah di Al Mawasi, yang merupakan jumlah tertinggi yang pernah diterima rumah sakit tersebut dalam satu insiden serangan dengan korban massal. Dari jumlah itu, 28 orang dinyatakan meninggal dunia, menurut keterangan dari dr. Peeperkorn.
Hanya sehari sebelumnya, pada 15 Juni, rumah sakit yang sama menerima sedikitnya 170 pasien yang diduga sedang mencoba mengakses lokasi distribusi makanan.
“Inisiatif distribusi makanan terbaru dari aktor-aktor non-PBB selalu berujung pada insiden-insiden serangan yang memakan banyak korban,” tegas dr. Gargavanis dari WHO.
Sejak akhir Mei, PBB dan mitra kemanusiaannya tersingkir dari peran utama dalam distribusi bantuan di Gaza setelah dimulainya model distribusi baru yang didukung oleh pemerintah Israel dan Amerika Serikat dengan nama Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang juga melibatkan kontraktor militer swasta.
Dokter Gargavanis dari WHO menyoroti adanya hubungan konstan antara lokasi distribusi makanan dengan insiden penyerangan massal yang terjadi di Rafah, Khan Younis, serta sepanjang koridor Netzarim.
Ketika ditanya tentang jenis luka yang diderita para korban dan siapa pihak yang bertanggung jawab, dr. Gargavanis menegaskan bahwa WHO bukanlah lembaga forensik.
“Kami tidak berada dalam posisi untuk mengidentifikasi secara pasti siapa pelakunya hanya berdasarkan jenis luka,” ujarnya. “Namun yang bisa kami sampaikan adalah bahwa luka yang kami temukan adalah luka tembak, dan hanya sejumlah kecil lainnya yang merupakan luka dari serpihan” tegas dr. Gargavanis.
PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa sistem distribusi bantuan yang baru ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, ketidakberpihakan, independensi, dan netralitas. PBB juga menyerukan agar pembatasan terhadap masuknya bantuan segera dicabut.
Dokter Peeperkorn menekankan pentingnya pemberian akses bagi WHO untuk dapat mengirimkan pasokan medis ke Gaza dengan efisien melalui semua jalur yang memungkinkan guna mencegah lumpuhnya layanan kesehatan secara total. Ia menyebut bahwa 33 truk WHO yang membawa bantuan saat ini masih menunggu izin masuk di Al Arish, Mesir, sementara 15 truk lainnya sudah bersiap di West Bank. (afd/*)