beritapalu.id
Friday, 26 Sep 2025
🌐 Network
pojokPALU pojokPALU pojokSIGI pojokSIGI pojokPOSO pojokPOSO pojokDONGGALA pojokDONGGALA pojokSULTENG pojokSULTENG bisnisSULTENG bisnisSULTENG bmzIMAGES bmzIMAGES rindang.ID rindang.ID
Subscribe
beritapalu.ID
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
  • 🌐
  • Hukum-Kriminal
  • Seni-Budaya
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Religi
  • Style
  • Region
  • Militer
  • Opini
  • Travel
  • Visual
  • Komunitas
📂 Lainnya ▼
Indeks Feature Advertorial Liputan Khusus
beritapalu.IDberitapalu.ID
Search
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Opini

Adakah Politik Identitas Di Pilkada Sulawesi Tengah 2024?

Last updated: 21 September, 2024 9:52 pm
beritapalu
Share
ilustrasi
ilustrasi
SHARE
Muh Abidzar Qiffary Day
Muh Abidzar Qiffary Day

PILKADA Gubernur/Wakil Gubernur Sulawesi Tengah akan digelar pada 27 November 2024. Andai saya bisa meramal, saya bisa menebak siapa yang pada akhirnya mendapat tiket resmi dari partai atau koalisi partai dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Tengah dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah itu.

Seperti biasa, terutama dalam tradisi politik lokal pasca reformasi, penentuan calon gubernur dan wakilnya masih diwarnai tarik ulur ditingkat elite partai. Siapakah yang potensial menjadi calon-calon kompetitif dalam pertarungan itu nanti? Meski pintu pendaftaran sudah dibuka KPU Sulawesi Tengah, tapi berdasar opini publik yang berkembang saat ini serta deklarasi yang telah dilakukan, Paslon Ahmad Ali/Abdul Karim Aljufri dan Paslon Anwar Hafid/Reny Lamadjido serta Rusdy Mastura/Sulaiman Agusto Hambuako diperkirakan akan mengisi bursa kandidasi pada Pilkada tersebut.

Mereka adalah putera-puteri terbaik Daerah Sulawesi Tengah. Dari segi identitas, meskipun mereka menganut agama yang sama, Islam, namun mereka datang dari latar belakang etnis yang berbeda. Sebut saja misalnya Rusdy Mastura, petahana Gubernur Sulawesi Tengah yang akrab disapa Bung Cudy ini adalah putra Etnis Kaili sementara pasangannya Sulaiman Agusto Hambuako, mantan Pangdam Tanjungpura ini adalah putra Morowali Utara.

Figur berikut adalah paslon Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri. Ahmad Ali sendiri yang saat ini selain sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem juga anggota DPR RI ini adalah putera Morowali sedangkan pasangannya disamping sebagai anggota DPRD Sulawesi Tengah juga sebagai Sekretaris Partai Gerindra Sulawesi Tengah ini adalah figur muda Kota Palu.

Kemudian Anwar Hafid dan Reny Lamadjido. Anwar Hafid sendiri adalah mantan Bupati Morowali yang saat ini juga anggota DPR RI dari Partai Demokrat ini adalah putera Morowali, sementara pasangannya adalah Puteri Etnis Kaili yang kini menjabat Wakil Walikota Palu.

Politik Identitas di Indonesia

Ada persepsi sejumlah ahli bahwa politik identitas yang berbasis primordial berperan penting dalam menentukan hasil akhir pilkada di daerah. Jika politik identitas berbasis agama dan etnis menjadi prediktor utama, bagaimana kah kita menjelaskan tingkah laku pemilih, mengingat politik identitas di daerah bukan hanya dipicu oleh kesamaan agama tetapi bisa juga karena kesamaan etnis?

Indonesia adalah negara yang majemuk bila dilihat dari aspek suku dan agama. Namun dari studi yang selama ini dilakukan menunjukkan minimnya faktor kesukuan dalam menjelaskan politik elektoral (Aspinal, 2011).

Kemudian dalam konteks nasional, para ahli sepakat bahwa efek etnis kecil dalam menjelaskan hasil pemilu legislatif dan pemilu presiden (Liddle dan Mujani, 2010). Efek agama juga sangat minim (Mujani, 2011). Meskipun politik identitas bukan faktor yang relevan secara nasional, efek politik primordial di tingkat lokal masih sedikit yang kita ketahui (Burhanuddin Muhtadi, 2019).

Itu menunjukkan bahwa realitas politik identitas di semua daerah masih memerlukan kajian yang mendalam. Untuk konteks Sulawesi Tengah, meskipun penelitian tentang hal itu belum dilakukan, namun untuk keperluan analisis maka penting bila kita memahami peta perjalanan pilkada sejak dari 1981, ketika Putera Daerah Sulawesi Tengah terpilih menjadi gubernur.

BACA JUGA:  Beban Sri Mulyani

Gubernur Putra Daerah

Keterpilihan putra daerah pertama menjadi Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Tengah pada 1981 dilaksanakan melalui pemilihan di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Sistem Pilkada langsung baru terlaksana di Sulawesi Tengah pada 2006. Putera daerah pertama adalah Galib Lasahido. Pada 1986, tokoh karismatik Tojo Unauna ini yang juga mantan Bupati Poso serta Sekwilda (baca : Sekdaprov) Sulawesi Tengah ini digantikan oleh Azis Lamadjido, seorang putra Etnis Kaili.

Selama sepuluh tahun, mantan Bupati Donggala dan Jaksa Tinggi Sulawesi Tengah yang ramah tapi tegas ini memimpin Provinsi Sulawesi Tengah. Pada 1996, HB. Paliudju terpilih menjadi gubernur. Lima tahun kemudian, tepatnya 2001, tokoh Etnis Kaili yang juga perwira tinggi militer itu digantikan oleh seorang akademisi yaitu Aminuddin Ponulele dengan wakilnya Rully Lamadjido, mantan Walikota Palu, yang keduanya berasal dari Etnis Kaili.

Pada 2006, melalui sistem pilkada langsung, HB. Paliudju,mantan Bupati Donggala itu terpilih kembali bersama pasangannya, Ahmad Yahya seorang figur muda ttnis Bugis dengan perolehan dukungan suara 411.113 (36%). Untuk diketahui, HB. Paliudju ini adalah satu-satunya Gubernur Sulawesi Tengah yang terpilih pada dua sistem pilkada yang berbeda.

Pada Pilkada Sulawesi Tengah 2011, Longki Djanggola bersama pasangannya Sudarto, terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Sulawesi Tengah dengan dukungan pemilih 694.299 (54,43%). Pada 2015, Longki Djanggola dan Sudarto sebagai petahana, mantan Bupati Parigi Moutong yang juga putra bangsawan Tana Kaili beserta pasangannya mantan Bupati Banggai, tokoh etnis Jawa yang juga perwira militer itu terpilih kembali menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah dengan dukungan suara pemilih 742.711 (55,5%).

Di Pilkada Sulawesi Tengah 2020, Tokoh populis etnis Kaili yang juga mantan Walikota Palu, Rusdy Mastura dengan pasangannya, Ma’mun Amir, mantan Bupati dan Putera Bangsawan Banggai memenangkan perhelatan itu dengan suara pemilih 891.334 (59,61%) mengalahkan Hidayat Lamakarate tokoh muda etnis Kaili yang juga mantan Sekdaprov Sulawesi Tengah serta wakilnya Bartholomeus Tandigala seorang pitra Tana Poso dan juga mantan birokrat.

Untuk diketahui, pada dua Pilkada Sulawesi Tengah terakhir bursa persaingan politik pemilihan gubernur hanya diisi oleh dua pasangan kandidat yang didominasi dari etnis Kaili. Fenomena politik ini sudah berlangsung sejak pilkada langsung 2006.

Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa ternyata kepemimpinan di Sulawesi Tengah semenjak terpilihnya putra daerah sebagai gubernur yang telah berlangsung dalam kurun waktu empat puluh tiga tahun terakhir ini dan sejak 1986 didominasi oleh figur etnis Kaili.

Terlepas dari berbagai faktor yang menyertainya, harus diakui bahwa tokoh-tokoh yang menjadi figur dari etnis Kaili saat ini memiliki sumber daya yang relatif memadai sehingga mampu bersaing pada kontestasi politik elektoral itu. Meskipun demikian ada sejumlah pihak berpendapat bahwa realitas politik ditingkat lokal Sulawesi Tengah bukan hanya diwarnai oleh politik uang tapi juga sangat didominasi oleh politik identitas etnis.

BACA JUGA:  Tantangan Transisi Energi: Navigasi Menuju Masa Depan Berkelanjutan?

Hal ini dibuktikan terutama ketika sistem pilkada langsung mulai digelar di Sulawesi Tengah pada 2006. Dari daftar kandidasi misalnya, terlihat figur etnis Kaili selalu menempati posisi gubernur. Posisi wakil gubernur pada umumnya ditempati oleh etnis non Kaili. Dominasi itu semakin jelas dalam dua perhelatan Pilkada terakhir pada 2015 dan 2020 yang pertarungan politiknya hanya diikuti oleh dua pasangan kandidat.

Dari realitas itu, ada sejumlah pertanyaan yang masih menggelayuti benak publik Sulawesi Tengah, apakah dominasi tersebut merupakan bagian dari “akrobat politik” ataukah memang karena memiliki  kapasitas “sumber daya” yang mumpuni? Kemudian dominasi kemenangan yang diraih, apakah karena masih kuatnya sentimen primordial ataukah ini sebagai bentuk lain dari soliditas politik kesukuan yang mengarah pada ambisi superioritas etnis untuk menguasai panggung politik lokal sekaligus pemerintahan daerah provinsi?

Kalau memang itu benar, maka hal tersebut jelas akan merusak masa depan tatanan kehidupan berdemokrasi kita di Sulawesi Tengah. Menurut saya, ditengah arus besar demokrasi saat ini, publik Sulawesi Tengah harus segera “menyesuaikan diri” dengan perkembangan itu  bila tidak maka publik Sulawesi Tengah akan selalu terjebak dengan soal kerawanan yang dapat mengganggu proses pelaksanaan pilkada.

Bentuk kerawanan itu berupa politisasi SARA, politik uang, netralitas Aparatur Negara, penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur petahana serta pengamanan yang efektif terhadap intimidasi, ancaman, dan kekerasan. Dalam konteks kerawanan itu, Sulawesi Tengah merupakan salah satu dari lima provinsi di Indonesia yang dirilis Bawaslu RI pada 26 Agustus 2024 dan dikategorikan “rawan tinggi” pada pemetaan kerawanan pilkada serentak di Indonesia 2024.

Dinamika Politik Jelang Pilkada

Sejurus dengan bentuk kerawanan seperti yang ditunjukkan oleh Bawaslu RI tersebut, ada fenomena politik lain yang terjadi di Sulawesi Tengah sebagai bagian dari dinamika politik nasional yang menarik untuk dicermati, yaitu upaya mencari dukungan partai dalam mendapatkan tiket untuk “berlayar” menjadi kandidat.

Terlihat dalam realitas, nampaknya petahana gubernur “tenang-tenang saja” dalam mencari dukungan partai ditengah proses hiruk-pikuk calon penantang lain dalam melakukan “hegemoni kapital” untuk membeli koalisi partai. Dalam konteks tersebut, publik Sulawesi Tengah berasumsi bahwa petahana yang Etnis Kaili itu terkesan hendak dipinggirkan dari pentas kontestasi pilkada. Seolah-olah pasangan calon kandidat lain “takut” bersaing akibatnya petahana terhalang ambang batas koalisi partai sebagai sarat pencalonan.

Dari fakta itu, dibenak kalangan ramai Sulawesi Tengah masih terus diliputi oleh teka-teki apakah memang benar petahana terhenti langkahnya untuk meramaikan bursa politik Pilkada Sulawesi Tengah. Yang mengejutkan, seminggu menjelang dibukanya pendaftaran calon kepala daerah di KPU, ternyata Allah berkata lain. Dengan hadirnya “mukjizat” putusan MK no. 60 tentang pengurangan sarat ambang batas pencalonan, maka buyarlah semua niat dan rencana itu dan pada akhirnya sang petahana tetap eksis dan kemudian melenggang menuju pendaftaran di KPU.

BACA JUGA:  Menuju Pilgub Sulteng, Rusdy–Sulaiman Daftar ke KPU Sulteng

Itulah secerca realitas politik menjelang pilkada di Sulawesi Tengah yang pergumulan politiknya masih diwarnai fragmentasi dominasi etnis, banalisasi serta kapitalisasi politik oleh elite politik ditengah masih minimnya sumber daya manusia publik Sulawesi Tengah dalam merespon substansi demokrasi.

Politik Identitas di Daerah

Mengacu pada sebuah penelitian bahwa ternyata politik identitas sudah lama terjadi ditingkat lokal, jauh sebelum kasus Pilkada Jakarta 2017. Dalam konteks itu, bukti empiris menunjukkan bahwa agama dan etnis sering menjadi bahan bakar politik identitas yang merupakan faktor yang penting dalam pemilihan kepala daerah.

Itu terjadi ketika perbedaan agama tidak bisa dieksploitasi, perbedaan etnis bisa dimobilisasi untuk mendapatkan keuntungan elektoral. Dengan begitu, efek agama dan etnis bersifat dinamis, tergantung konteks sosial-politik dan kondisi persaingan serta latar belakang primordial paslon. Dengan kata lain bahwa politik identitas bekerja terutama ketika komposisi etnis dan agama suatu wilayah tidak terlalu timpang dan tergantung identitas primordial para paslon yang bertarung.

Calon yang berasal dari kelompok agama dan suku yang mayoritas punya modal yang lebih baik dalam berkompetisi dibanding calon yang berasal dari kelompok minoritas. Dari penelitian Burhanuddin Muhtadi bisa dijelaskan mengapa Ahok kalah di Pilkada Jakarta pada 2017, meskipun approval rating nya tinggi. Namun paslon dari kelompok agama atau etnis minoritas bisa menang jika lawannya yang berasal dari kelompok mayoritas terbelah. Menurut Burhanuddin Muhtadi, ini terjadi di Kalimantan Barat ketika Cornelis sukses mengalahkan para kompetitornya di 2007 dan 2012.

Penutup

Perilaku memilih merupakan gejala yang kompleks. Keputusan memilih ditentukan oleh banyak faktor. Seorang calon yang berasal dari kelompok identitas primordial tertentu belum tentu dapat menarik suara mayoritas di kelompoknya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena, selain faktor identitas, pemilih juga mempertimbangkan faktor-faktor lain, terutama kualitas personal calon.

Intinya, dinamika politik lokal sering kali membuka ruang mobilisasi politik identitas. Tentu naif jika kita berharap kontestasi elektoral akan sepi dari mobilisasi politik identitas yang berbasis agama dan etnis.

Untuk konteks Pilkada Sulawesi Tengah, agama bukan menjadi prediktor signifikan, tetapi lebih pada etnisitas. Disisi lain, disamping maraknya politik uang, maka problem kerawanan politik elektoral yang disinyalir cukup tinggi semestinya harus menjadi perhatian para elite politik lokal. Sekalipun begitu, tugas lain yang mendesak untuk dibenahi adalah bahwa kita jangan berhenti untuk mendorong calon pejabat publik agar berorientasi pada gagasan yang visioner dengan pendekatan rasional untuk meyakinkan publik pemilih agar masa depan demokrasi di Sulawesi Tengah tercerahkan.

Dan ini juga merupakan beban dari tiga pasangan calon yang telah bisa dipastikan akan berlaga di Pilkada Sulawesi Tengah November 2024. Karena itu, kita harus bersepakat bahwa dari pemilih yang cerdas akan lahir Gubernur Sulawesi Tengah dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah yang berkualitas. ***

Penulis adalah Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

TAGGED:Muh Abidzar Qiffary Daypilkada
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp LinkedIn Email Copy Link
Previous Article kuliner khas Hidayat Janji Kembalikan Ruang UMKM di Kota Palu
Next Article Penyerahan sertifikat akreditas Klinik Berseri dari ASKIN ke Lapas Palu, Jumat (20/9/2024). (Foto: ist) Klinik Berseri Lapas Palu Raih Akreditasi Kemenkes RI

Berita Terbaru

Pelaku menyiram istrinya dengan bensin pada rekonstruski suami bakar isteri di mapolresta Palu, Kamis (25/9/2025). (©Humas Polresta Palu)
Hukum-Kriminal

Polresta Palu Rekonstruksi Kasus Pembakaran Istri di Palu

25 September, 2025
Kapolres Parigi Moutong, AKBP Hendrawan melhat kondisi siswa yang diduga keracunan setelah mengkonsumsi MBG di SMA Taopa Parigi Moutong, Kamis (25/9/2025)). (©Humas Polres Parimo)
Kesehatan

Polres Parimo Selidiki Dugaan Keracunan Massal MBG di Taopa

25 September, 2025
Kapolda Sulteng, Irjen Pol Agus Nugroho (kiri) saat sidak di SPPG Polda Sulteng di Palu, Kamis (25/9/2025). (©Humas Polda Sulteng)
Kesehatan

Kapolda Sulteng Sidak ke SPPG di Palu

25 September, 2025
Warga memadati arena pasar murah yang digelar dua hari di Lapangan Dispora Kota Palu, Kamis (25/9/2025). (©Prokopim Setda Kota Palu/Jufri)
Bisnis

Pasar Murah Dua Hari di Lapangan Dispora Kota Palu

25 September, 2025
Pengunjukrasa membawa pamplet pada unjukrasa memperingati Hari Tanisonal di gepan kantor Gubernur Sulteng, Selasa (24/9/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Komunitas

Hari Tani Nasional, SP Palu Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja

25 September, 2025

Berita Populer

Foto

10 Pemuda Cetuskan Kawasan Wisata Alam Buntiede di Desa Padende

25 October, 2021

Pelaku Pembunuhan di Taman Ria Akhirnya Ditangkap Polisi

28 July, 2021
Komunitas

Tak Ada Perempuan, Sikola Mombine “Gugat” SK Penetapan Anggota KPID Sulteng

10 January, 2022
Morowali Utara

Perahu Terbalik Dibawa Arus, Seorang Warga masih Dicari

14 December, 2021
Parigi Moutong

Banjir di Sidoan Barat Seret Seorang Warga

3 January, 2022

Logo BeritaPalu.id Akurat dan Terpecaya

Komitmen kami terhadap akurasi, netralitas, keberimbangan, dan penyampaian berita terkini telah membangun kepercayaan dari banyak audiens. Terdepan dengan pembaruan terkini tentang peristiwa, tren, dan dinamika terbaru.
FacebookLike
XFollow
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow
WhatsAppFollow
LinkedInFollow
MediumFollow
QuoraFollow
- Advertisement -
bmzimages.combmzimages.com

Dapatkan Info Terbaru

Masukkan email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan artikel baru

Berita Terkait

Ilustrasi (Animasi AI)
Opini

Beban Sri Mulyani

beritapalu
Ilustrasi kegiatan belajar di sekolah. (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Opini

Keikhlasan Guru: Cahaya di Tengah Bayang-Bayang Stigma

beritapalu
Ilustrasi land reform. (©Edmond)
Opini

Sosialis Malu-malu

beritapalu
Opini

Kodam XXII/Mahawira yang Dinanti

beritapalu
beritapalu.ID
Facebook Twitter Youtube Instagram Linkedin

About US

beritapalu.ID adalah situs berita online berbasis di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Berlandaskan prinsip-prinsip jurnalisme dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Kecepatan memang penting, tapi akurasi pemberitaan jauh lebih penting. Kami berpihak kepada kebenaran dan kemaslahatan orang banyak, kami juga punya persepsi sendiri untuk menerjemahkannya. Tidak semua berita yang disajikan mewakili pikiran kami. 

Managerial
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontak
  • Karir
Kebijakan
  • Disclaimer
  • Kode Perilaku
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Berita

Kunjungi kami di

https://bmzimages.com

© 2025 by beritapalu.ID

PT Beritapalu Media Independen
All Rights Reserved.

Copyright © 2025 beritapalu.ID | Published by PT Beritapalu Media Independen | All Rights Reserved
Halaman
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?