PALU, beritapalu.ID | Sulawesi Tengah menghadapi tantangan serius dalam akselerasi transformasi digital meski penetrasi internet terus meningkat. Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Digital mengungkap kesenjangan signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta rendahnya literasi digital produktif di kalangan masyarakat.
Dengan skor nasional IMDI 2025 mencapai 44,53, Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya (43,34). Namun capaian ini tidak merata di seluruh wilayah, termasuk di Sulawesi Tengah yang masih berjuang mengejar ketertinggalan dalam infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi digital.
Internet Masih Jadi Barang Mewah di Daerah Terpencil
Meski secara nasional penetrasi internet mencapai 80,66% dari populasi atau setara 229 juta pengguna, akses di wilayah pedalaman Sulawesi Tengah masih terbatas. Kesenjangan infrastruktur telekomunikasi antara Kota Palu dan kabupaten-kabupaten lain sangat mencolok.
Berdasarkan data IMDI, mayoritas masyarakat Indonesia mengandalkan jaringan mobile (45%) atau kombinasi mobile dan fixed (42,2%). Namun kualitas koneksi masih menjadi keluhan utama, terutama di daerah dengan topografi menantang seperti Sulawesi Tengah.
“Biaya koneksi yang mahal dan kualitas jaringan yang buruk menjadi hambatan utama masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital,” ungkap laporan IMDI 2025.
Data menunjukkan 12,11% masyarakat mengeluhkan biaya koneksi yang mahal, sementara 10,01% terkendala koneksi buruk. Kondisi ini lebih parah di wilayah perdesaan dan kepulauan yang sulit dijangkau.
Mahir Medsos, Lemah Produktivitas
Survei IMDI mengungkap fenomena menarik: masyarakat sudah mahir menggunakan aplikasi media sosial dan pesan instan untuk komunikasi, namun lemah dalam memanfaatkan teknologi untuk produktivitas kerja.
Sebanyak 59,5% responden mampu menggunakan aplikasi pesan instan secara mandiri, dan 59,3% mahir bermedia sosial. Namun angka ini kontras dengan kemampuan menggunakan aplikasi produktivitas: 37,1% belum mampu mengoperasikan aplikasi telekonferensi, dan 29,3% tidak terbiasa menggunakan email.
“Ini menunjukkan teknologi lebih banyak digunakan untuk hiburan dan sosialisasi, belum optimal untuk mendukung pekerjaan profesional,” tulis laporan tersebut.
Kondisi serupa kemungkinan besar terjadi di Sulawesi Tengah, di mana sebagian besar masyarakat mengakses internet melalui smartphone untuk media sosial, namun belum memanfaatkannya untuk kegiatan ekonomi produktif.
Kesadaran Keamanan Digital Tinggi, Praktik Rendah
Keamanan digital menjadi kerentanan serius. Meski kesadaran masyarakat tentang pentingnya keamanan digital cukup tinggi, penerapannya dalam kehidupan sehari-hari masih sangat rendah.
Hanya 22,5% masyarakat yang selalu menggunakan password kuat, sementara penggunaan two-factor authentication (2FA) sangat minim dengan 51,6% responden mengaku tidak pernah menggunakannya.
Lebih mengkhawatirkan, pemahaman terhadap ancaman siber masih lemah. Sebanyak 36,3% tidak mengenali tanda-tanda phishing, dan 40,9% tidak mengetahui ancaman virus atau malware. Hanya 11,2% yang mampu mengenali, mengatasi, dan mencegah serangan phishing.
Dari sisi keamanan personal, 57% responden belum pernah melaporkan konten negatif di media sosial, dan 40% pernah membagikan informasi pribadi secara online—praktik yang berisiko tinggi terhadap pencurian data.
Pakar keamanan siber memperingatkan bahwa rendahnya praktik keamanan digital membuat masyarakat rentan terhadap penipuan online, peretasan akun, dan pencurian identitas.
E-Commerce Tumbuh, UMKM Tertinggal
Transaksi e-commerce menunjukkan pertumbuhan positif. Hampir setengah responden (48,4%) bertransaksi online minimal sekali sebulan, 17,2% seminggu sekali, dan 2,1% setiap hari.
Penggunaan dompet digital juga meningkat, dengan 11,8% pengguna bertransaksi setiap hari. Namun, mayoritas pengguna masih berperan sebagai pembeli, bukan penjual.
Kesenjangan ini tampak jelas pada pelaku usaha kecil di Sulawesi Tengah yang belum optimal memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produk lokal. Kendala logistik dan ongkos kirim yang tinggi menjadi penghambat utama.
Sementara itu, penggunaan layanan digital publik masih minim. Hanya 18,56% masyarakat yang mengakses layanan kesehatan digital, 35,30% layanan kependudukan, 15,38% layanan perizinan, dan 3,82% layanan aduan publik.
Kreator Konten Digital Masih Langka
Potensi ekonomi kreatif digital belum tergali optimal. Hanya 10,7% individu yang aktif membuat konten digital dalam tiga bulan terakhir, sementara 89,3% masih berperan sebagai konsumen konten.
Di antara yang membuat konten, mayoritas melakukannya secara periodik: 35,9% minimal sekali sebulan, 32,2% kurang dari sekali sebulan, dan hanya 8,8% yang membuat konten setiap hari.
“Masyarakat lebih dominan sebagai konsumen konten dibanding produsen. Rendahnya partisipasi dalam pembuatan konten digital mencerminkan perlunya peningkatan literasi digital dan pelatihan keterampilan kreatif,” papar laporan IMDI.
Kondisi ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Sulawesi Tengah untuk mengembangkan industri konten digital yang mempromosikan kearifan lokal, pariwisata, dan produk UMKM.
Dunia Usaha: Jurang Digital UMK dan UMB
Kesenjangan digital juga tampak nyata di dunia usaha. Survei IMDI terhadap 11.901 responden industri mengungkap perbedaan drastis antara Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan Usaha Menengah dan Besar (UMB).
Sebanyak 85% UMB telah terhubung internet, sementara UMK hanya 63%—selisih 22 poin persentase. Dari sisi adopsi teknologi, kesenjangan lebih mencolok:
Media sosial: UMB 68%, UMK 51,6%
Platform kolaborasi: UMB 53,5%, UMK <20%
ERP/CRM: UMB 17-28%, UMK <6%
Cloud computing: UMB 20-25%, UMK <5%
AI/IoT: UMB 17-20%, UMK <3%
UMB juga lebih banyak menggunakan jaringan fixed (53,9%) untuk stabilitas dan kapasitas besar, sementara UMK mengandalkan jaringan mobile (57,1%) yang lebih fleksibel dan terjangkau.
Kesenjangan ini berdampak pada daya saing. UMK yang mendominasi struktur ekonomi (58,6% responden) tertinggal dalam pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas pasar.
Pelatihan Digital Minim, Keterampilan Tidak Memadai
Partisipasi dunia usaha dalam pelatihan keterampilan digital sangat rendah. Hanya 17,6% UMB dan 3,7% UMK yang pernah mengikuti pelatihan digital.
Padahal, kebutuhan akan keterampilan digital terus meningkat. Keterampilan dasar seperti Microsoft Office, internet, dan email dibutuhkan 48-71% perusahaan. Namun untuk keterampilan lanjutan seperti analisis data, pemrograman, dan AI, kesenjangan kebutuhan antara UMB (33-62%) dan UMK (19-42%) sangat besar.
“Kesenjangan keterampilan digital ini mengindikasikan bahwa UMB menilai keterampilan lanjutan sebagai aspek strategis, sementara UMK masih fokus pada keterampilan dasar dan belum siap mengadopsi teknologi tingkat lanjut,” ungkap laporan.
Kondisi ini menegaskan perlunya intervensi strategis melalui pelatihan terarah, pemberian insentif kebijakan, dan kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan kapasitas digital UMK.
Pemerintah Diminta Ambil Langkah Konkret
Transformasi digital Sulawesi Tengah memerlukan langkah strategis dan terukur dari pemerintah daerah. Beberapa rekomendasi prioritas meliputi:
Infrastruktur : Percepatan pembangunan BTS di wilayah blank spot; Subsidi paket internet untuk pelajar dan UMKM; Pembangunan backbone fiber optik provinsi
Literasi Digital : Gerakan masif literasi digital hingga tingkat RT/RW; Pelatihan guru TIK dan penyediaan perangkat di sekolah; Kampanye keamanan digital dan anti-hoaks
Pemberdayaan UMKM: Platform e-commerce lokal untuk produk Sulteng; Pelatihan digital marketing untuk UMKM; Kemudahan logistik dan pembayaran digital; Inkubator startup digital
Pengembangan SDM: Program pelatihan keterampilan digital massif; Sertifikasi kompetensi digital; Vokasi dan bootcamp coding; Job portal digital Sulteng
Layanan Publik: Integrasi layanan publik dalam satu platform; Simplifikasi perizinan online; Telemedicine untuk daerah terpencil
Kepala Badan Pengembangan SDM Komunikasi dan Digital, dalam kata pengantar laporan IMDI 2025, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk memastikan transformasi digital berjalan inklusif dan tidak meninggalkan kelompok masyarakat manapun.
Sulawesi Tengah kini berada di persimpangan penting: memanfaatkan momentum digitalisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, atau tertinggal lebih jauh dalam kesenjangan digital yang terus melebar.
Tentang IMDI 2025
Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025 disusun Badan Pengembangan SDM Komunikasi dan Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital RI. Survei melibatkan lebih dari 18.000 responden individu dan 11.000 unit usaha di 514 kabupaten/kota di Indonesia.
IMDI mengukur kematangan digital masyarakat melalui empat pilar: Infrastruktur & Ekosistem (skor nasional 53,06), Literasi Digital (49,28), Pekerjaan (42,91), dan Pemberdayaan (34,32). Skor nasional IMDI 2025 adalah 44,53, meningkat dari 43,34 di tahun 2024.
Data IMDI menjadi rujukan penting bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan transformasi digital berbasis bukti. (bmz)