beritapalu.id
Sunday, 7 Dec 2025
🌐 Network
pojokPALU pojokPALU pojokSIGI pojokSIGI pojokPOSO pojokPOSO pojokDONGGALA pojokDONGGALA pojokSULTENG pojokSULTENG bisnisSULTENG bisnisSULTENG bmzIMAGES bmzIMAGES rindang.ID rindang.ID
Subscribe
beritapalu.ID
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
  • 🌐
  • Hukum-Kriminal
  • Seni-Budaya
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Religi
  • Style
  • Region
  • Militer
  • Opini
  • Travel
  • Visual
  • Komunitas
📂 Lainnya ▼
Indeks Feature Advertorial Liputan Khusus
beritapalu.IDberitapalu.ID
Search
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
FeatureFotoInspirasiKomunitasPalu

Walking Tour di Bantaran Sungai Palu, Membangun Ingatan pada Kota

Published: 29 September, 2025
Share
Peserta walking tour melewati kolong Jembatan 1 Palu. Senin (29/9/2025)(© rindang.ID/bmz)
Peserta walking tour melewati kolong Jembatan 1 Palu. Senin (29/9/2025)(© rindang.ID/bmz)
SHARE

PALU, beritapalu.ID | Senja Senin (29/9/2025) mulai merayap ketika puluhan anak muda berkumpul di Ruang Terbuka Hijau Kalikoa. Kawasan kuliner bantaran Sungai Palu itu ramai seperti biasa, tapi kelompok ini punya agenda berbeda. Mereka bukan datang untuk menikmati gorengan dan kopi sore. Sepatu kets terikat rapat, botol minum siap di tangan, dan mata berbinar penuh rasa ingin tahu. Ini adalah walking tour—sebuah pelayaran kaki menyusuri jejak sejarah Kota Palu yang hampir terlupakan.

Anto Herianto, ketua Komunitas Historia Sulteng, berdiri di depan rombongan dengan senyum ramah. Pria yang akrab disapa Anto ini akan menjadi pemandu perjalanan sore itu. Bukan sekadar jalan-jalan biasa, walking tour kali ini adalah upaya menghidupkan kembali memori kolektif sebuah kota yang tumbuh dari kampung kecil di tepi sungai menjadi ibu kota provinsi.

“Kita akan menyusuri tempat-tempat yang mungkin kalian lewati setiap hari, tapi tidak pernah tahu ceritanya,” ujar Anto membuka acara. Para peserta, mayoritas perempuan muda, mengangguk antusias. Mereka siap untuk menemukan Palu yang lain—Palu yang tersembunyi di balik gedung-gedung tua, tiang listrik usang, dan jembatan yang telah berdiri setengah abad.

Jembatan Satu: Saksi Bisu Transformasi Kota

Langkah pertama membawa rombongan ke Jembatan Satu, struktur ikonik yang membentang di atas Sungai Palu. Dari kejauhan, jembatan ini terlihat biasa saja—beton kokoh yang menghubungkan dua sisi kota. Tapi begitu Anto mulai bercerita, aura kebiasaan itu luruh.

“Jembatan ini diresmikan pada 21 Oktober 1976 oleh Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwono IX,” kata Anto, suaranya mantap melawan kebisingan kendaraan yang berlalu lalang. Para peserta langsung mengeluarkan ponsel, memotret struktur yang kini terlihat istimewa di mata mereka.

Namun cerita tidak berhenti di sana. Anto melanjutkan dengan nada yang lebih serius, “Jembatan ini pertama kali dirintis oleh para tahanan politik sekitar tahun 1966.” Hening sejenak. Informasi itu menggantung di udara sore, membawa beban sejarah yang tidak ringan.

Jembatan Satu bukan sekadar infrastruktur. Ia adalah cerminan dari aplikasi teknologi konstruksi teranyar pada masanya, sekaligus menjadi saksi bisu bagaimana tenaga paksa menjadi bagian dari pembangunan di era yang kelam. “Jembatan I bukan sekadar penghubung,” Anto menekankan, “tapi saksi bisu bagaimana Palu tumbuh dari kampung kecil jadi kota provinsi.”

Beberapa peserta mengangguk perlahan, mencerna kompleksitas sejarah yang baru saja terurai. Ada yang berbisik pada teman di sebelahnya, ada yang terdiam merenung. Inilah yang terjadi ketika ruang publik diberi konteks—ia berubah dari sekadar tempat lewat menjadi ruang bercerita.

Ketua Kemunitas Historia Sulteng, Anto Herianto (kiri) memandu peserta walking tour di bantaran SUngai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Ketua Kemunitas Historia Sulteng, Anto Herianto (kiri) memandu peserta walking tour di bantaran SUngai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)

Taman Hiburan Umum: Nostalgia yang Terabaikan

Perjalanan dilanjutkan ke Kelurahan Ujuna, menuju kawasan yang dulunya bernama Taman Hiburan Umum (THU). Luas areanya mencapai 200 x 200 meter persegi, meski kini sulit membayangkan kemegahan masa lalunya. Gedung-gedung tua berdiri dengan cat mengelupas, sebagian bangunan sudah beralih fungsi.

Eja, pemandu lain yang bergabung, mengambil alih narasi. “Kawasan ini dibangun sekitar tahun 1920-an. Bayangkan, ini adalah pusat hiburan di zaman kolonial,” katanya sembari menunjuk ke bagian belakang gedung yang dulunya menjadi barak para karyawan.

“Sudah empat kali kepemilikan kawasan ini berpindah. THU ini masih beroperasi hingga akhir tahun 1990-an,” tambah Eja. Bagi sebagian besar peserta yang lahir di era 2000-an, informasi ini terasa seperti dongeng. Mereka mencoba membayangkan bagaimana kakek-nenek mereka mungkin pernah berdansa atau menonton pertunjukan di tempat yang kini tampak sepi dan terlupakan.

Taman Hiburan Umum adalah potret geliat kehidupan sosial Palu pada masa lalu. Di sinilah masyarakat berkumpul, tertawa, dan menciptakan kenangan bersama. Kini, tanpa upaya pelestarian yang serius, tempat ini hanya akan menjadi catatan kaki dalam buku sejarah yang jarang dibaca.

Pesrta menyusuri bantaran sungai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Pesrta menyusuri bantaran sungai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)

Rumah Sakit yang Menjelma Pertokoan

Menyeberang ke Jalan Hasanuddin, rombongan berhenti di depan deretan pertokoan yang ramai. Toko-toko modern dengan papan nama mencolok berdiri rapat. Tidak ada yang mengira bahwa di tempat inilah dulunya berdiri sebuah rumah sakit.

“Ini dulunya adalah rumah sakit di zaman penjajahan,” kata Anto. Sejumlah peserta saling menatap, hampir tidak percaya. Ekspresi skeptis terpancar jelas di wajah mereka.

Anto kemudian menjelaskan dengan detail. RSUD Anutapura pertama kali didirikan pada tahun 1922 di lokasi tersebut. Awalnya berstatus sebagai Balai Pengobatan, dibangun atas swadaya masyarakat dan ditangani oleh tenaga paramedis Belanda serta lokal. Setelah kemerdekaan, fasilitas ini diambil alih oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Donggala dan menjadi rumah sakit umum.

Namun seiring perkembangan kota dan kebutuhan ruang perdagangan yang terus meningkat, wilayah rumah sakit lama di Jalan Hasanuddin dialihfungsikan menjadi pusat pertokoan. RSUD Anutapura kemudian dipindahkan ke Jalan Kangkung No. 1 pada tahun 1980, lokasi yang masih digunakan hingga sekarang.

“Pemindahan dan pembangunan rumah sakit baru dimulai pada 22 Februari 1980 dan diresmikan pada 4 April 1981 oleh Menteri Kesehatan RI,” Anto menambahkan. Begitu fakta-fakta ini disampaikan, raut wajah peserta berubah dari skeptis menjadi takjub. Mereka mulai memahami bahwa kota ini memiliki lapisan sejarah yang tebal, tersembunyi di balik permukaan modernitas.

Pesrta melewati kolong Jembatan 1 Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Pesrta melewati kolong Jembatan 1 Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)

Tiang Listrik Monumental dan Toko Kaset Legendaris

Di depan Kantor Bank Sulteng, Anto melakukan sesuatu yang tidak biasa. Ia hampir membenturkan tubuhnya ke salah satu tiang listrik berbahan kayu ulin. Tindakan teatrikal itu berhasil menyentakkan peserta. Semua mata tertuju pada tiang tua yang berdiri kokoh.

“Ini yang tersisa dan masih utuh. Satunya ada juga di Kampung Lere, tapi tidak utuh lagi, sudah terpotong,” jelas Anto. Tiang itu awalnya adalah tiang kabel telepon, namun beralih fungsi menjadi tiang listrik sejalan dengan perkembangan jaringan kelistrikan.

“Di sini, lebih dulu masuk jaringan telepon daripada jaringan listrik,” tambahnya. Informasi sederhana itu membuka perspektif baru tentang bagaimana teknologi komunikasi dan energi berkembang di Palu. Kota ini punya ritme pertumbuhannya sendiri, tidak selalu mengikuti pola yang sama dengan kota-kota besar lainnya.

Tepat di belakang tiang bersejarah itu, Anto menunjuk sebuah toko jadul yang menjual aneka kaset musik tempo dulu. Toko ini masih bertahan hingga kini, menjadi relik hidup dari era analog. “Anak-anak muda zaman 1970-an sampai 1990-an tidak ada yang tidak tahu toko ini,” kata Anto dengan nada nostalgia. “Sampai sekarang masih menjual koleksi-koleksi lagu dalam pita kaset.”

Beberapa peserta tertawa, sebagian lagi penasaran dan langsung mendekati toko untuk melihat-lihat. Bagi generasi yang tumbuh dengan Spotify dan musik digital, kaset adalah benda asing yang menarik.

Siluet peserta walking tour berjalan di atas jembatan 1 Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Siluet peserta walking tour berjalan di atas jembatan 1 Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)

Rumah Raja dan Sekolah Pribumi

Di sebelah toko kaset, kini berdiri sebuah apotek. Tidak banyak yang tahu bahwa tempat itu dulunya adalah kediaman salah satu Raja Palu, yaitu Tjatjo Ijazah. Ia memerintah sebagai Raja Palu pada periode 1949–1950, salah satu raja terakhir dalam sistem monarki Kerajaan Palu sebelum sepenuhnya bergabung dengan Republik Indonesia.

Pemerintahan Tjatjo Ijazah berlangsung setelah masa Djanggola (1921–1945), dan menandai transisi menuju sistem pemerintahan modern di Sulawesi Tengah. “Bayangkan, di tempat ini dulunya ada istana kecil, tempat keputusan-keputusan penting diambil,” ujar Anto.

Menyeberang ke Jalan Togean, langkah terakhir membawa rombongan ke SDN 1 Palu. Sekolah ini memiliki cikal bakal yang sangat penting dalam sejarah pendidikan di Palu. Didirikan pada awal abad ke-20 oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari kebijakan Ethische Politiek (Politik Etis), sekolah ini awalnya dikenal sebagai Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palu.

HIS Palu adalah sekolah dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak pribumi terpilih. Ia menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak bangsawan lokal, tokoh adat, dan elite birokrasi awal. Lulusan HIS banyak yang kemudian melanjutkan ke MULO (setara SMP) atau menjadi pegawai kolonial dan tokoh pergerakan lokal.

Setelah Indonesia merdeka, sekolah ini berganti nama menjadi SD Negeri 1 Palu dan tetap beroperasi di lokasi yang sama. Bangunan asli bergaya kolonial masih digunakan hingga dekade 1990-an sebelum direnovasi. SDN 1 Palu menjadi simbol transisi dari pendidikan kolonial ke pendidikan nasional di Sulawesi Tengah.

Pesrta dan pemandu berbagi di RTH Kalikoa, kawasan kuliner bantaran sungai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Pesrta dan pemandu berbagi di RTH Kalikoa, kawasan kuliner bantaran sungai Palu, Senin (29/9/2025). (© bmzIMAGES/basri marzuki)

Pertanyaan Kritis di Penghujung Tur

Senja telah berganti malam ketika rombongan kembali ke titik awal di RTH Kalikoa. Tapi perjalanan belum benar-benar selesai. Para peserta, yang sepanjang tur terlihat antusias, kini berubah menjadi lebih kritis. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan kepada Anto dan Eja.

Salah satu pertanyaan yang paling menohok datang dari seorang peserta perempuan, “Kenapa Pemerintah Kota Palu tidak berusaha melestarikan bangunan-bangunan yang punya nilai historis itu?”

Anto terdiam sejenak, kemudian tersenyum tipis. “Suatu hari kalau kamu jadi pemimpin kota ini, mungkin ini yang perlu kamu wujudkan,” jawabnya diplomatis.

Jawaban itu bukan pelarian dari tanggung jawab, melainkan undangan. Undangan bagi generasi muda untuk tidak hanya mengkritik, tapi juga mengambil peran aktif dalam pelestarian sejarah kotanya. Walking tour bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang masa depan—tentang siapa yang akan menjaga ingatan kolektif ini agar tidak lenyap ditelan pembangunan.

Ketika peserta mulai berpamitan dan berpencar, ada yang berubah dalam cara mereka memandang kota. Jalan yang mereka lalui setiap hari kini tidak lagi sama. Jembatan, toko, bahkan tiang listrik tua—semuanya berbicara. Dan mereka, untuk pertama kalinya, benar-benar mendengarkan. (bmz)

Editor: beritapalu

TAGGED:bataran sungaikomunitas historiakuliner bantaran sungairth kalikoasejarahwalking tour
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp LinkedIn Email Copy Link
Previous Article Sejumlah warga berjalan di antara tanaman nenas di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki) Bukit Tandus yang Berbuah Harapan: Kisah Transformasi Kebun Nanas Tabarano
Next Article Wakil Ketua I DPRD Sulteng, Aristan (kedua kanan) memimpin RDPterkait PETI di Kabupaten Parigi Moutong, Senin (29/9/2025). (© Agil Alanstin) DPRD Sulteng Gelar RDP Bahas Pertambangan Ilegal di Parigi Moutong

Berita Terbaru

Wawali Palu Imelda Lilianan Muhidin (tengah jongkok) pada peluncuran Jamila di Palu, Minggu (7/12/2025). (©Prokopim Setda Kota Palu)
Bisnis

Pemkot Palu Luncurkan Program Jamila, Jual Cabai dan Tomat Murah

7 December, 2025
Operasi pencarian nelayan yang dilaporkan hilang di perairan Morowali, Minggu (7/12/2025). (©Basarnas Palu)
Morowali

Seorang Nelayan Dilaporkan Hilang di Perairan Morowali

7 December, 2025
Penyerahan bantuan kemanusiaan dari Pemkot Palu ke Pemkot Padang Pariaman di Padang, Jumat (5/12/2025). (©Prokopim Setda Kota Palu/Fandi)
Nusantara

Pemkot Palu Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Padang Pariaman

7 December, 2025
Sejumlah pemain memainkan teater berjudul 'Kapten Cuma Mau Pulang' yang disutradaria Annisa Saskia Putri pada Festival Teater Indonesia di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/12/2025). (©bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Palu

FTI 2025 Digelar di Palu, Hadirkan Kelompok Teater dari Berbagai Daerah

7 December, 2025
Sekretaris Daerah Kota Palu Irmayanti (tengah) bersama Direktur Festival Tetaer Indonesia Pradetyo Novitri (kiri) dan Sutradara Lentera Silolangi Annisa Saskia Putri (kanan) memukul gimba menandai pembukaan Festival teater Indonesia di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/12/2025). (©bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Palu

Sekot Palu Buka Festival Teater Indonesia, Ajang Pertemuan Seniman Nasional

7 December, 2025

Berita Populer

Foto

10 Pemuda Cetuskan Kawasan Wisata Alam Buntiede di Desa Padende

25 October, 2021

Pelaku Pembunuhan di Taman Ria Akhirnya Ditangkap Polisi

28 July, 2021
Komunitas

Tak Ada Perempuan, Sikola Mombine “Gugat” SK Penetapan Anggota KPID Sulteng

10 January, 2022
Morowali Utara

Perahu Terbalik Dibawa Arus, Seorang Warga masih Dicari

14 December, 2021
Parigi Moutong

Banjir di Sidoan Barat Seret Seorang Warga

3 January, 2022

Logo BeritaPalu.id Akurat dan Terpecaya

Komitmen kami terhadap akurasi, netralitas, keberimbangan, dan penyampaian berita terkini telah membangun kepercayaan dari banyak audiens. Terdepan dengan pembaruan terkini tentang peristiwa, tren, dan dinamika terbaru.
FacebookLike
XFollow
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow
WhatsAppFollow
LinkedInFollow
MediumFollow
QuoraFollow
- Advertisement -
bmzimages.combmzimages.com

Dapatkan Info Terbaru

Masukkan email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan artikel baru

Berita Terkait

Ciptasari Prabawanti, Direktur Yayasan Siklus Sehat Indonesia; Perwakilan UN Women Indonesia sekaligus Liaison untuk ASEAN, Ulziisuren Jamsran; Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan; serta Kepala Perwakilan UNFPA di Indonesia, Hassan Mohtashami, pada UNiTE 2025 Film Screening and Discussion dalam rangka 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. (©UN Woman/Putra Johan)
Komunitas

UNiTE 2025 Film Screening Serukan Stop Kekerasan Terhadap Perempuan

beritapalu
Atraksi rebana kolosal pada Pesta Kesenian Balaroa di Huntap Balaroa, Jumat (5/12/2025). (©Prokopim Setda Kota Palu/Imron)
Palu

Pesta Kesenian di Huntap Balaroa, Usung Tema “Reme Ri Ngata”

beritapalu
Pemukulan gimba menandai pembukaan Tava Kelo Fest 2025 di Lapangan Vatulemo, Jumat (5/12/2025) malam. (©Prokpim Setda Kota Palu/Jufri)
Palu

Pemkot Palu Gelar Tava Kelo Fest 2025 di Lapangan Vatulemo

beritapalu
Petugas menyerahkan tabung Bright Gas kepada warga yang melakukan penukaran tabung di Pasar Murah, Mapolresta Palu, Jumat (5/12/2025). (©bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Bisnis

Layanan Tukar Tabung Elpiji Gratis di Palu Disambut Warga

beritapalu
beritapalu.ID
Facebook Twitter Youtube Instagram Linkedin

About US

beritapalu.ID adalah situs berita online berbasis di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. UU No.40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik adalah panduan kami. Kecepatan memang penting, tapi akurasi pemberitaan jauh lebih penting. Kami berpihak kepada kebenaran dan kemaslahatan orang banyak dan idak semua berita yang disajikan mewakili pikiran kami. 

Managerial
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontak
  • Karir
Kebijakan
  • Disclaimer
  • Kode Perilaku
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Berita

Kunjungi kami di

https://bmzimages.com

© 2025 by beritapalu.ID

PT Beritapalu Media Independen
All Rights Reserved.

Copyright © 2025 beritapalu.ID | Published by PT Beritapalu Media Independen | All Rights Reserved
Halaman
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?