beritapalu.id
Tuesday, 30 Sep 2025
🌐 Network
pojokPALU pojokPALU pojokSIGI pojokSIGI pojokPOSO pojokPOSO pojokDONGGALA pojokDONGGALA pojokSULTENG pojokSULTENG bisnisSULTENG bisnisSULTENG bmzIMAGES bmzIMAGES rindang.ID rindang.ID
Subscribe
beritapalu.ID
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
  • 🌐
  • Hukum-Kriminal
  • Seni-Budaya
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Religi
  • Style
  • Region
  • Militer
  • Opini
  • Travel
  • Visual
  • Komunitas
📂 Lainnya ▼
Indeks Feature Advertorial Liputan Khusus
beritapalu.IDberitapalu.ID
Search
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
DonggalaFeatureSeni Budaya

Donggala di Persimpangan Budaya dan Pariwisata, Antara Layang-layang dan Tenun Donggala

Last updated: 28 September, 2025 2:16 pm
beritapalu
Share
Perajin kain tenun Donggala dan peluncuran layangan di Donggala. (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Perajin kain tenun Donggala dan peluncuran layangan di Donggala. (© bmzIMAGES/basri marzuki)
SHARE

PALU, beritapalu.ID | Kabupaten Donggala, dengan bentangan 427 kilometer garis pantai dan warisan maritim yang mengakar dalam, kini berdiri di persimpangan antara pelestarian tradisi dan tuntutan pariwisata modern.

Sebagai wilayah pesisir yang kaya akan budaya, Donggala menghadapi dilema strategis: memilih festival mana yang lebih efektif sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan. Dua festival utama—layang-layang dan tenun—menawarkan pendekatan berbeda dalam menyeimbangkan nilai budaya, manfaat sosial, dan dampak ekonomi jangka panjang.

Catatan pojokDonggala ini mengupas perbandingan mendalam kedua festival tersebut, tidak sekadar sebagai perayaan budaya, tetapi sebagai pilihan strategis dalam merancang masa depan Kabupaten Donggala.

Festival Layang-Layang Donggala: Tradisi yang Terbang Tinggi

Di Pelabuhan Lama Banawa, langit Donggala berubah menjadi kanvas warna-warni setiap September. Festival Layang-Layang Donggala, yang konon pernah digelar pada 1990, telah bertransformasi dari komunitas kecil menjadi ajang nasional yang menarik 256 peserta dari berbagai penjuru Indonesia pada penghujung September 2025 ini.

“Layang-layang adalah bahasa langit masyarakat pesisir,” ujar Adnan Arsyad, menggambarkan bagaimana tradisi ini bukan sekadar permainan, tetapi media silaturahmi dan ekspresi kebebasan. La Ode Madi (67), pengrajin yang membuat layang-layang sejak usia 12 tahun, menyebutnya sebagai “teman angin” dan alat komunikasi masa kecil saat belum ada listrik.

Kekuatan festival ini terletak pada daya tarik visualnya yang spektakuler. Suasana meriah dan kompetitif, dipenuhi sorak-sorai anak-anak yang berlarian dan peserta yang saling bertukar teknik dari berbagai daerah.

Dukungan penuh dari KONI, KORMI, dan sponsor swasta menunjukkan viabilitas ekonomi yang menjanjikan. Festival ini juga mendorong ekosistem ekonomi lokal melalui bazar UMKM, kuliner khas seperti ikan bakar dan kaledo, serta penjualan kerajinan laut.

BACA JUGA:  Tak Ada Cerita Pilu Tsunami di Buka Puasa Bersama Huntap Mandiri Mamboro

Namun, di balik gemerlap visual tersebut, festival layang-layang menghadapi tantangan substansial. Sifatnya yang musiman dan kompetitif memberikan ruang terbatas untuk edukasi budaya mendalam. “Anak sekarang lebih suka layar daripada langit,” keluh La Ode Madi, mencerminkan kekhawatiran akan regenerasi pengrajin.

Risiko kecelakaan—seperti kasus Abd Karim—dan dampak ekonomi yang kurang langsung terhadap UMKM lokal menjadi catatan penting dalam evaluasi festival ini.

Festival Tenun Donggala: Menenun Identitas dan Ekonomi Lokal

Berbeda dengan hiruk-pikuk festival layang-layang, Festival Tenun Donggala menghadirkan atmosfer yang hangat dan kontemplatif. Di aula adat dan rumah tenun komunitas, aroma pewarna alami berpadu dengan suara lembut alat tenun, menciptakan pengalaman yang lebih intim dan mendalam.

Tenun Donggala bukan sekadar kerajinan, tetapi cerminan spiritualitas dan kearifan lokal. Ibu Sitti Ramlah (58), penenun dari Desa Loli, menggambarkannya dengan indah: “Setiap benang adalah harapan. Kalau salah simpul, bisa salah makna.” Motif-motif seperti Buya Bomba, Buya Subi, dan Buya Cura bukan sekadar ornamen, tetapi “doa yang ditenun”—setiap pola memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam.

Festival ini menunjukkan kekuatan dalam pelestarian teknik dan regenerasi pengrajin muda. Keterlibatan aktif perempuan dan UMKM menciptakan dampak ekonomi langsung yang terukur. CSR perusahaan lokal yang menggelontorkan Rp600 juta untuk modal usaha penenun mendemonstrasikan potensi investasi berkelanjutan. Dr. Pudentia dari Asosiasi Tradisi Lisan Indonesia bahkan menilai Tenun Donggala layak masuk warisan budaya tak benda UNESCO.

BACA JUGA:  Menko AHY Tinjau Pelabuhan Donggala dan Serahkan Sertifikat Tanah

Tantangan utama festival tenun terletak pada kurangnya daya tarik visual yang spektakuler dan partisipasi lintas daerah yang terbatas. Persaingan dengan hiburan modern membuat tenun dianggap “kuno” oleh sebagian generasi muda. Namun, justru di sinilah letak potensi besarnya—sebagai fondasi ekonomi kreatif yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat yang inklusif.

Perbandingan Strategis: Tradisi, Daya Tarik, dan Dampak Jangka Panjang

Dalam dimensi budaya dan tradisi, kedua festival mewakili ekspresi yang berbeda namun saling melengkapi. Layang-layang menghadirkan ekspresi maskulin, dinamis, dan terbuka—mencerminkan karakter masyarakat pesisir yang bebas dan ekspansif. Sebaliknya, tenun merepresentasikan ekspresi feminim, kontemplatif, dan mendalam—menggambarkan ketekunan dan spiritualitas yang mengakar.

Dari segi daya tarik wisata, festival layang-layang unggul dalam visual impact dan potensi viral di media digital. Kemampuannya menarik peserta lintas daerah dan menciptakan konten yang “Instagram-able” menjadikannya alat promosi yang efektif. Festival tenun, meskipun kurang spektakuler secara visual, menawarkan nilai edukasi dan pengalaman heritage yang mendalam—cocok untuk segmen wisata budaya dan ekonomi kreatif.

Dampak sosial dan ekonomi menunjukkan perbedaan signifikan. Festival layang-layang berhasil membangun citra daerah dan menarik perhatian media, namun dampak ekonomi langsungnya terbatas pada sektor jasa dan perdagangan sementara. Festival tenun, sebaliknya, menciptakan dampak ekonomi struktural melalui pemberdayaan perempuan, penguatan UMKM, dan penciptaan mata pencaharian berkelanjutan.

Pilihan Strategis: Festival Tenun sebagai Opsi Unggulan

Berdasarkan analisis mendalam terhadap berbagai aspek, Festival Tenun Donggala sebagai pilihan strategis yang lebih berkelanjutan. Argumen ini dibangun atas tiga pilar utama: keberlanjutan ekonomi, dampak sosial yang inklusif, dan potensi pelestarian budaya jangka panjang.

BACA JUGA:  Wasit Donggala Pimpin Kejurnas Institut Karate-Do Indonesia 2022

Keberlanjutan ekonomi festival tenun tercermin dari kemampuannya menciptakan mata pencaharian permanen bagi masyarakat, khususnya perempuan. Berbeda dengan festival layang-layang yang dampak ekonominya bersifat musiman, tenun membangun ekosistem ekonomi kreatif yang beroperasi sepanjang tahun. Proyeksi 10 tahun ke depan menunjukkan tenun berpotensi masuk warisan budaya UNESCO dan menjadi produk ekspor unggulan ke Asia dan Eropa.

Namun, ini bukan berarti festival layang-layang harus diabaikan. Strategi integratif yang optimal adalah menjadikan tenun sebagai inti pengembangan ekonomi kreatif dan pelestarian budaya, sementara layang-layang berfungsi sebagai amplifikasi naratif dan alat promosi visual yang menarik perhatian publik lebih luas.

Donggala Menenun Masa Depan

Pilihan antara festival layang-layang dan tenun bukan sekadar keputusan tentang perayaan budaya, tetapi tentang visi pembangunan jangka panjang. Donggala memiliki kesempatan langka untuk merancang festival sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan, bukan sekadar momentum perayaan sesaat.

Melalui pendekatan yang menyeimbangkan “langit dan lantai”—antara ekspresi yang menginspirasi dan penghidupan yang memberdayakan—Donggala dapat menjadi model bagi daerah lain dalam mengintegrasikan pelestarian budaya dengan pembangunan ekonomi. Festival tenun, dengan segala potensi dan tantangannya, menawarkan jalan yang lebih solid menuju masa depan yang berkelanjutan, sementara festival layang-layang tetap berperan penting sebagai jendela promosi yang menarik dunia untuk mengenal Donggala lebih dalam.

Masa depan Donggala, seperti benang-benang dalam tenun, perlu dirajut dengan kehati-hatian, visi jangka panjang, dan komitmen terhadap nilai-nilai yang berakar dalam tradisi namun relevan dengan tuntutan zaman. (bmz)

TAGGED:budayafestivallayang-layangpariwisatatenun donggala
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp LinkedIn Email Copy Link
Previous Article Kaops Madago Raya Kombes Pol Heni Agus Sunandar pada penyaluran bansos pertanian kepada eks simpatisan di Sigi, Sabtu (27/9/2025). (© Humas Ops Madago Raya) Satgas Madago Raya Salurkan Bansos untuk Eks Simpatisan Radikalisme di Sigi
Next Article Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum, Razilu menyerahkan sertfikat KBKI kepada Ketua DPD PAPPRI, Umariadi Tangkilisan di Palu, Jumat (27/9/2025). (©Kemenkum Sulteng) DJKI Tetapkan Kawasan Karya Cipta Palu sebagai KBKI 2025
Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

Berita Terbaru

Plt. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Palu, Rahmad Mustafa (kiri) pada pembukaan Seminar Akhir Dokumen IKPLHD Kota Palu Tahun 2024, di Ruang Rapat Bantaya Palu, Senin (29/9/2025). (© Prokopim Setda Kota Palu/Iwan)
Lingkungan

Pemkot Palu Prioritaskan Isu Lingkungan dalam Pembangunan

30 September, 2025
Tersangka kasus curanmor, MA dan I di Mapolresta Palu, Senin (29/9/2025). (© Humas Polresta Palu)
Hukum-Kriminal

Polresta Palu Ringkus Dua Residivis Curanmor, Satu Diamuk Massa

29 September, 2025
Tersangka AS bersama barang bukti yang disita Polresta Palu, Senin (29/9/2025). (© Humas Polresta Palu)
Hukum-Kriminal

Polresta Palu Ringkus Pelaku Curat yang Beraksi di 9 Lokasi

29 September, 2025
Wakil Ketua I DPRD Sulteng, Aristan (kedua kanan) memimpin RDPterkait PETI di Kabupaten Parigi Moutong, Senin (29/9/2025). (© Agil Alanstin)
Lingkungan

DPRD Sulteng Gelar RDP Bahas Pertambangan Ilegal di Parigi Moutong

29 September, 2025
Peserta walking tour melewati kolong Jembatan 1 Palu. Senin (29/9/2025)(© rindang.ID/bmz)
Feature

Walking Tour di Bantaran Sungai Palu, Membangun Ingatan pada Kota

29 September, 2025

Berita Populer

Foto

10 Pemuda Cetuskan Kawasan Wisata Alam Buntiede di Desa Padende

25 October, 2021

Pelaku Pembunuhan di Taman Ria Akhirnya Ditangkap Polisi

28 July, 2021
Komunitas

Tak Ada Perempuan, Sikola Mombine “Gugat” SK Penetapan Anggota KPID Sulteng

10 January, 2022
Morowali Utara

Perahu Terbalik Dibawa Arus, Seorang Warga masih Dicari

14 December, 2021
Parigi Moutong

Banjir di Sidoan Barat Seret Seorang Warga

3 January, 2022

Logo BeritaPalu.id Akurat dan Terpecaya

Komitmen kami terhadap akurasi, netralitas, keberimbangan, dan penyampaian berita terkini telah membangun kepercayaan dari banyak audiens. Terdepan dengan pembaruan terkini tentang peristiwa, tren, dan dinamika terbaru.
FacebookLike
XFollow
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow
WhatsAppFollow
LinkedInFollow
MediumFollow
QuoraFollow
- Advertisement -
bmzimages.combmzimages.com

Dapatkan Info Terbaru

Masukkan email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan artikel baru

Berita Terkait

Sejumlah warga berjalan di antara tanaman nenas di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Bisnis

Bukit Tandus yang Berbuah Harapan: Kisah Transformasi Kebun Nanas Tabarano

beritapalu
(© FSB)
Banggai

Festival Sastra Banggai 2025 Kembali akan Digelar RTH Teluk Lalong

beritapalu
Penyerahan Pas Kecil secara simbolis kepada nelayan di Donggala. (© Ist)
Donggala

80 Nelayan Banawa Selatan Terima Pas Kecil dan Jaket Pelampung

beritapalu
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum, Razilu menyerahkan sertfikat KBKI kepada Ketua DPD PAPPRI, Umariadi Tangkilisan di Palu, Jumat (27/9/2025). (©Kemenkum Sulteng)
Hukum-Kriminal

DJKI Tetapkan Kawasan Karya Cipta Palu sebagai KBKI 2025

beritapalu
beritapalu.ID
Facebook Twitter Youtube Instagram Linkedin

About US

beritapalu.ID adalah situs berita online berbasis di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Berlandaskan prinsip-prinsip jurnalisme dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Kecepatan memang penting, tapi akurasi pemberitaan jauh lebih penting. Kami berpihak kepada kebenaran dan kemaslahatan orang banyak, kami juga punya persepsi sendiri untuk menerjemahkannya. Tidak semua berita yang disajikan mewakili pikiran kami. 

Managerial
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontak
  • Karir
Kebijakan
  • Disclaimer
  • Kode Perilaku
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Berita

Kunjungi kami di

https://bmzimages.com

© 2025 by beritapalu.ID

PT Beritapalu Media Independen
All Rights Reserved.

Copyright © 2025 beritapalu.ID | Published by PT Beritapalu Media Independen | All Rights Reserved
Halaman
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?