
Oleh: Ahmad Yani *)
Setiap kali saya berdiri di hadapan ratusan penyanyi di sebuah panggung internasional, ada satu momen yang selalu membekas: ketika kita mulai menyanyikan lagu daerah Indonesia, seisi ruangan mendadak hening. Para juri dari Eropa menunduk memperhatikan detail ekspresi artistik kami, peserta dari Asia Timur menatap penasaran, dan penonton dari berbagai negara mencoba menikmati penampilan kami tanpa harus mengerti bahasa apa yang sedang mereka dengar.
Para pendengar mungkin tidak memahami arti setiap kata, tetapi mereka merasakan getaran yang lahir dari sejarah panjang budaya Nusantara. Di situ saya kembali diingatkan bahwa musik, terutama paduan suara, adalah medium yang mampu menembus batas bahasa dan geografis. Ia tidak membutuhkan terjemahan untuk menyentuh, dan tidak memerlukan penjelasan untuk menghubungkan manusia satu sama lain.
Potensi Paduan Suara sebagai Ikon Budaya
Banyak negara memiliki ikon budaya globalnya masing-masing, mulai dari kuliner, sinema, hingga bentuk musik populer yang mendunia. Indonesia pun layak memiliki wajah budaya yang kuat, namun wajah itu tidak harus sama dengan negara lain. Kita sudah dikenal melalui kuliner dan fesyen, tetapi dengan kekayaan tradisi yang kita miliki, paduan suara dapat menjadi salah satu cara yang kuat dan jujur untuk memperkenalkan kesenian Nusantara.
Di kancah global, dunia paduan suara sedang berkembang pesat. Festival-festival di Eropa, Amerika, hingga Asia Tenggara kini menjadikan kategori folklore dan indigenous music sebagai panggung utama, memperlihatkan besarnya minat internasional terhadap ekspresi budaya lokal. Perubahan ini menunjukan bahwa panggung dunia kini semakin terbuka bagi warna-warna musikal dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Prestasi Membanggakan di Kancah Internasional
Faktanya, paduan suara Indonesia sudah lama membuktikan diri. Berbagai kelompok dari universitas, sekolah, dan komunitas independen telah membawa pulang penghargaan dari ajang bergengsi internasional.
Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Universitas Diponegoro tahun ini menjadi Grand Prix Champion, Winner of Sacred Category, Winner of Open Category, dan Winner of Folklore Category di 8th Cantata Macau International Choir Festival and Competition 2025. Gita Maizan Choir, kelompok independen asal Jogja yang beranggotakan anak usia SD hingga SMA, menjadi Grand Prix Champion, Champion and Gold Award Equal Voice, Champion and Gold Award Folklore di 9th Singapore International Choral Festival 2025. Sementara PSM Universitas Hasanuddin menyabet gelar Champion of the World Choir Games kategori Folklore & Indigenous Music with accompaniment di World Choir Games 2024 di Auckland, Selandia Baru.
Hal ini menjadi bukti jelas bahwa kualitas musikal kita diakui secara internasional. Namun ada satu hal yang masih tertinggal dari diskusi publik: bahwa prestasi ini bukan semata hasil kompetisi, tetapi juga representasi budaya.
Keunggulan Kultur Kolektif Indonesia
Meskipun saya belum berkesempatan menginjak panggung internasional bersama Svara Nusantara, pengalaman terdahulu saya berkompetisi di Korea Selatan, Sri Lanka, Hong Kong, dan Selandia Baru, kerap membuat kompetitor atau penonton asing bertanya: “Why do Indonesian choirs always sound so alive?” Saya biasanya tersenyum karena jawabannya sederhana: karena orang Indonesia tumbuh dalam kultur kolektif.
Dari kecil kita belajar bernyanyi bersama di sekolah, ibadah, kegiatan adat, hingga pentas kecil di kampung. Musik adalah bagian dari keseharian, bukan sekadar kegiatan formal. Ketika tradisi itu dibawa ke panggung internasional, hasilnya adalah energi yang sangat khas: hangat, hidup, dan sangat ekspresif.
Selain itu, banyak komposer Indonesia yang berani mengeksplorasi etnik, ritme Nusantara, dan teknik vokal tradisional. Kita tidak sekadar meniru pakem Eropa. Kita datang dengan suara kita sendiri. Itulah yang membuat Indonesia sering menonjol. Kita tidak hanya tampil baik, tetapi tampil berbeda.
Munculnya Paduan Suara Independen
Dalam lima tahun terakhir, saya melihat fenomena menarik: semakin banyak paduan suara independen bermunculan. Mereka tidak datang dari lembaga formal, bukan bagian dari universitas, ataupun bagian dari gereja tertentu, namun lahir dari keinginan sederhana untuk bernyanyi dan berkarya.
Ada tiga penyebab utamanya. Pertama, anak muda Indonesia mencari ruang ekspresi yang kolaboratif, maka terciptalah paduan suara independen yang menawarkan rasa kebersamaan dan eksplorasi artistik lebih menyeluruh. Kedua, ekosistem kompetisi dan festival semakin terbuka dimana kompetisi paduan suara baik nasional maupun internasional sudah bisa diikuti oleh komunitas kecil. Ketiga, kecintaan terhadap budaya bangsa dan keinginan untuk ikut serta dalam melestarikan budaya melalui hal yang paling generasi muda sukai.
Bagi saya, fenomena ini menggembirakan, karena semakin banyak paduan suara berarti semakin banyak ruang untuk mengembangkan talenta, komposer, dan budaya kita.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meski demikian, kita tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang masih dihadapi. Banyak paduan suara Indonesia berjuang keras untuk dapat tampil di panggung internasional. Mulai dari biaya kostum dan produksi, tiket perjalanan, hingga logistik yang rumit. Dukungan institusional masih terbatas, dan sponsor belum banyak melihat paduan suara sebagai investasi budaya yang strategis.
Di sisi lain, pemberitaan media tentang dunia paduan suara juga belum merata, padahal kisah-kisah di balik proses, perjuangan, dan kreativitas mereka punya nilai inspiratif yang besar bagi publik.
Dukungan untuk Masa Depan
Jika Indonesia ingin dikenal dunia melalui ekspresi budaya, maka paduan suara adalah salah satu gerbang yang paling menjanjikan. Ia menawarkan identitas yang jujur, berbeda, dan dekat dengan akar budaya kita. Namun agar gerbang itu terbuka lebih lebar, kita membutuhkan dukungan yang lebih kuat, dari pemerintah, sponsor, media, dan tentu saja dari masyarakat.
“Satu suara mungkin indah, tetapi harmoni ratusan suara adalah cerminan bangsa.” Ujaran ini kerap saya berikan kepada paduan suara yang saya pimpin. Saya percaya dengan menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri akan menghasilkan karya yang lebih tulus dan ikhlas.
Penutup
Dalam memperingati Hari Paduan Suara Sedunia yang ditetapkan oleh International Federation for Choral Music (IFCM) pada 14 Desember 2025, saya ingin mengingatkan bahwa paduan suara sebagai seni kolektif ini, bisa membawa potensi besar sebagai wajah budaya Indonesia di panggung dunia.
Mari dukung konser-konser lokal, festival paduan suara, dan kelompok-kelompok muda yang sedang berjuang mengharumkan nama Indonesia. Mari jadikan paduan suara bagian dari gaya hidup seni bangsa. Ketika suara-suara generasi muda Indonesia menyatu, dunia tidak hanya mendengar musik, namun dunia mendengar Indonesia secara utuh.
Penulis adalah founder dan Choir Master Svara Nusantara
pojokPALU
pojokSIGI
pojokPOSO
pojokDONGGALA
pojokSULTENG
bisnisSULTENG
bmzIMAGES
rindang.ID
Akurat dan Terpecaya