PALU, beritapalu.ID | DPRD Sulawesi Tengah menggelar rapat gabungan Komisi II dan Komisi III untuk mendengar pendapat atas protes Himpunan Nelayan Sulawesi Tengah (HNST) bersama masyarakat Kelurahan Taipa dan Mamboro Barat terkait pertambangan galian C, Senin (20/10/2025).
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sulteng Aristan, bersama Ketua Komisi III Arnila M. Ali dan Wakil Ketua Komisi II Sonny Tandra.
Setelah mendengarkan pendapat, pandangan, dan saran semua pihak terkait yang hadir, rapat gabungan komisi menyimpulkan dan merekomendasikan enam poin penting.
Pertama, PT Arasmamulya dan PT Muzo sejak tahun 1973 merupakan perusahaan tambang ekstraktif yang beroperasi mengeruk pasir, batu, dan kerikil. Lokasi eksploitasinya berada di Kelurahan Taipa, Kecamatan Palu Utara, dengan status Operasi Produksi (OP) dan izinnya telah berakhir.
Kedua, perusahaan dalam kegiatan operasionalnya harus memenuhi ketentuan teknis dan ketentuan lingkungan sesuai perundang-undangan. Namun, diketahui PT Arasmamulya dan PT Muzo dalam melaksanakan kegiatan operasinya belum memiliki sejumlah dokumen penting.
Dokumen yang belum dimiliki antara lain Rencana Anggaran Kegiatan dan Biaya (RKAB) dan Kepala Teknik Tambang (KTT) yang dikeluarkan Dinas ESDM Provinsi Sulteng, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng, Izin Reklamasi dari Dinas ESDM Provinsi Sulteng, serta Rekomendasi Teknis terkait pemanfaatan sumber daya air atau konstruksi di wilayah sungai dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi III yang memiliki kewenangan atas sungai Palu-Lariang.
Ketiga, akibat operasional PT Arasmamulya yang berlangsung sejak tahun 1973, telah berdampak buruk bagi masyarakat sekitar, khususnya masyarakat nelayan dari Kelurahan Mamboro Barat dan Kelurahan Taipa. Oleh karena itu, penerbitan izin baru bagi PT Arasmamulya dan PT Muzo harus benar-benar memperhatikan dampak lingkungan maupun dampak sosial yang ditimbulkan dan menjadi keluhan masyarakat saat ini.
Keempat, pihak PT Arasmamulya dan PT Muzo bersedia memberi dan membuka akses jalan masyarakat dari area pemukiman menuju pantai secara kekeluargaan.
Kelima, perjanjian antara masyarakat nelayan dengan PT Arasmamulya dan PT Muzo harus dilaksanakan menggunakan Bahasa Indonesia, jika pun terdapat rangkap perjanjian dengan bahasa asing (China).
Keenam, terhadap keberadaan pekerja asing asal China, direkomendasikan kepada pihak Imigrasi agar melakukan pemeriksaan dan pengawasan atas legalitasnya.
Wakil Ketua DPRD Sulteng Aristan berharap hasil rapat dengar pendapat ini dapat ditindaklanjuti untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada. (afd)