PALU, beritapalu.ID | Sejumlah warga yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Gempa Bumi dan Likuifaksi Balaroa 2018 menuntu kepastian tentang lahan bekas likuifkasi. Uniknya, tuntutan itu disuarakan dengan cara kerja bakti massal di Kawasan yang dulunya terdapat Perumnas Balaroa itu, Minggu (12/10/2025).
Aksi ini ditujukan kepada baik Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Pemerintah Kota Palu atas lahan seluas kurang lebih 48 hektare yang dibiarkan menjadi lahan tidur selama tujuh tahun pasca bencana.
Koordinator lapangan H Firdaus Pide menegaskan lahan tersebut masih sah milik warga berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang masih dipegang pemilik, meskipun pemerintah mengklaim lahan tersebut masuk zona merah.
“Jika memang lokasi ini masuk dalam zona merah, mengapa di wilayah lain yang jelas-jelas statusnya sama, namun bisa dimanfaatkan oleh pemilik lahan,” ujarnya.
Firdaus mengatakan jika pemerintah tidak tanggap dan tetap tidak memanfaatkan lahan tersebut, masyarakat selaku pemilik lahan akan mengambil langkah konstruktif dengan membuka akses jalan dan mengkapling lahan mereka agar memiliki nilai jual.
Firdaus meminta komitmen serta political will Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memastikan lahan tersebut termanfaatkan.
“Aksi kerja bakti massal ini sebagai bentuk protes terhadap Pemerintah untuk membuka mata dan nurani terhadap lahan masyarakat yang terabaikan,” tandasnya.
Anggota DPRD Kota Palu Dapil Palu Barat Nurhalis Nur dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan dukungan terhadap aksi warga ini. Ia mengatakan sudah saatnya masyarakat menyuarakan ini agar pemerintah merespon keinginan para pemilik lahan.
“Minimal ada kepastian dari pemerintah apakah lahan tersebut dibiarkan tetap menjadi lahan tidur atau dimanfaatkan sehingga ada nilai jual,” ujarnya.
Nurhalis berjanji akan mengkomunikasikan keinginan masyarakat kepada Pemerintah Kota Palu. (afd/*)