beritapalu.id
Tuesday, 30 Sep 2025
🌐 Network
pojokPALU pojokPALU pojokSIGI pojokSIGI pojokPOSO pojokPOSO pojokDONGGALA pojokDONGGALA pojokSULTENG pojokSULTENG bisnisSULTENG bisnisSULTENG bmzIMAGES bmzIMAGES rindang.ID rindang.ID
Subscribe
beritapalu.ID
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
  • 🌐
  • Hukum-Kriminal
  • Seni-Budaya
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Religi
  • Style
  • Region
  • Militer
  • Opini
  • Travel
  • Visual
  • Komunitas
📂 Lainnya ▼
Indeks Feature Advertorial Liputan Khusus
beritapalu.IDberitapalu.ID
Search
  • HOME
  • HEADLINE
  • PALU
  • SULTENG
    • Sigi
    • Poso
    • Buol
    • Tolitoli
    • Banggai
    • Morowali
    • Donggala
    • Tojo Unauna
    • Banggai Laut
    • Morowali Utara
    • Parigi Moutong
    • Banggai Kepualuan
  • BISNIS
  • POLITIK
  • LINGKUNGAN
  • OLAHRAGA
  • INSPIRASI
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
BisnisFeatureInspirasiNusantaraTravel

Bukit Tandus yang Berbuah Harapan: Kisah Transformasi Kebun Nanas Tabarano

Last updated: 29 September, 2025 2:38 pm
beritapalu
Share
Sejumlah warga berjalan di antara tanaman nenas di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Sejumlah warga berjalan di antara tanaman nenas di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
SHARE

Catatan Transparansi: Penulis mengunjungi lokasi program pemberdayaan petani nanas di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan pada 27 Juli 2025 atas undangan PT Vale Indonesia. Meskipun akomodasi dan akses disediakan oleh perusahaan, artikel ini ditulis secara independen berdasarkan observasi lapangan, wawancara dengan petani dan stakeholder terkait, serta verifikasi silang dari berbagai sumber.


Di Kaki Perbukutan Tabarano, Lahan Kritis Berbicara

Kabut tipis sudah beranjak dari lereng kaki perbukitan Tabarano ketika Ibu Nur (38) mulai memeriksa buah nanas yang siap dipanen. Tangannya yang terbiasa mengaduk adonan kue kini terampil memilah buah berdasarkan ukuran dan tingkat kematangan. Yang besar dan manis akan dijual segar ke pasar Malili, yang lebih kecil akan diolah menjadi dodol dan selai di dapur kelompoknya.

“Kalau dua tahun lalu ada yang bilang saya bisa jadi pengusaha dodol nanas, saya pasti ketawa,” ujarnya sambil tersenyum. “Ini lahan yang dulu kami pikir tidak akan pernah bisa ditanami apa-apa.”

Di belakangnya, hamparan 5 hektare kebun nanas membentang mengikuti kontur bukit. Dua puluh lima ribu pohon nanas dari tiga varietas—lokal, Bogor, dan Madu—tumbuh rapi di tanah yang dulu hanya dihuni semak belukar dan rawan kebakaran. Transformasi ini bukan keajaiban, melainkan hasil kerja keras 40 warga Desa Tabarano yang memilih bertaruh pada mimpi yang dianggap gila oleh sebagian tetangga mereka.

Sekitar 40 menit perjalanan dari Malili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur, Desa Tabarano adalah representasi paradoks wilayah pascatambang. Mayoritas penduduknya adalah suku Bugis dan Toraja yang hidup dengan pendapatan di bawah Rp1 juta per bulan, menggantungkan nasib pada pekerjaan sebagai buruh tambang informal atau petani subsisten di lahan yang tidak produktif. Tanah berbatu dengan pH sekitar 3—terlalu asam untuk sebagian besar tanaman—membuat pertanian konvensional hampir mustahil.

Namun, justru dari keterbatasan inilah sebuah program bernama Ponda’ta (Pineapple Pathways for Sustainability) lahir pada 2022. Berbeda dari banyak program CSR korporasi yang dirancang dari atas, inisiatif ini berawal dari usulan Kepala Desa Rimal Manuk Allo yang frustrasi melihat lahan desanya terbakar setiap musim kemarau.

Ketika Kepala Desa Dianggap Gila

Rimal Manuk Allo (45) masih ingat reaksi warga ketika pertama kali ia mengusulkan untuk mengubah bukit tandus menjadi kebun nanas. “Banyak yang bilang saya gila,” kenangnya dengan nada setengah serius. “Mereka bilang, ‘Pak, tanahnya keras kayak batu, mau ditanami apa?'”

Skeptisisme warga bukan tanpa alasan. Sejak tahun 2000-an, PT Vale memang hadir di Luwu Timur dengan operasi tambang nikel, tetapi hubungan dengan masyarakat Tabarano lebih bersifat administratif. Tidak ada program pemberdayaan yang benar-benar menyentuh kebutuhan ekonomi warga. Lahan kritis tetap kritis, dan kebakaran datang setiap tahun seperti tradisi yang tak terhindarkan.

Namun Rimal tidak menyerah. Ia mendekati PT Vale dengan proposal sederhana: rehabilitasi lahan kritis dengan tanaman yang bisa memberikan manfaat ekonomi bagi warga. PT Vale, yang saat itu sedang mengembangkan Livelihood Restoration Program (LRP) sebagai bagian dari tanggung jawab pascatambang, melihat potensi model ini.

“Kami ingin mewujudkan desa yang mandiri pangan dan ekonomi, serta membangun semangat gotong royong melalui pertanian terintegrasi,” kata Sainab Husain Paragay, Senior Coordinator PTPM Livelihood PT Vale, menjelaskan filosofi di balik dukungan perusahaan.

Pada 2022, program dimulai dengan penanaman perdana 2.000 pohon nanas. PT Vale mengalokasikan investasi sekitar Rp600 juta untuk bibit, pelatihan, infrastruktur, dan pengolahan produk. Model kemitraan yang dipilih adalah hibah penuh—bukan pinjaman atau bagi hasil—dengan pendampingan teknis intensif dari tim agronomi.

Yang membuat program ini berbeda adalah proses seleksi petani. Tidak ada kriteria formal berbasis kepemilikan lahan atau status ekonomi. Yang dibutuhkan hanya kesediaan bekerja di lahan kritis dan komitmen mengikuti pelatihan. Sekitar 40 warga—mayoritas berusia 30-45 tahun dengan pendidikan SD hingga SMA—bergabung. Sisanya masih skeptis, menunggu bukti bahwa nanas benar-benar bisa tumbuh di tanah yang mereka anggap mati.

BACA JUGA:  PT Vale Dorong Ekonomi Sirkular untuk Masa Depan Berkelanjutan
Anggota kelompok tani pengelola menunjukkan buah nenas yang dibudidayakan di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Anggota kelompok tani pengelola menunjukkan buah nenas yang dibudidayakan di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)

Belajar dari Tanah yang Tidak Pernah Memaafkan

Hasan (27), salah satu petani termuda dalam program, hampir tidak ikut. “Saya sudah siap-siap mau ke Makassar cari kerja,” akunya. “Tapi bapak saya bilang, ‘Coba dulu, kalau gagal baru pergi.'”

Keputusan itu mengubah hidupnya. Kini ia mengelola setengah hektare kebun nanas dan tidak lagi mimpi merantau. Namun perjalanan menuju kesuksesan itu tidak mulus.

Tantangan pertama adalah tanah itu sendiri. Dengan pH 3, tanah terlalu asam untuk sebagian besar tanaman. Tim agronomi PT Vale melakukan uji tanah dan merekomendasikan penambahan kapur dolomit untuk menetralkan keasaman. Proses penggemburan dilakukan manual—tanpa alat berat—murni dengan tenaga gotong royong warga.

“Kami bawa kapur dan pupuk ke bukit dengan dipikul,” kenang Hasan. “Satu orang bisa bawa 20-30 kilogram, jalan naik turun. Kalau tidak kompak, tidak mungkin selesai.”

Pemilihan varietas juga melalui trial and error. Tiga varietas ditanam secara bertahap: nanas lokal yang adaptif terhadap tanah tandus dengan rasa kuat, nanas Bogor yang berukuran besar cocok untuk pasar segar, dan nanas Madu yang manis ideal untuk olahan dodol dan selai. Tidak semua berhasil di awal. Beberapa bibit gagal tumbuh karena kesalahan jarak tanam, namun evaluasi rutin dan pendampingan intensif meminimalkan kerugian.

“Awalnya saya tidak paham kenapa jarak tanam harus segini, kenapa pupuk harus segitu,” kata Hasan. “Tapi setelah pelatihan dan praktik langsung, saya mulai ngerti. Tanah ini tidak pernah memaafkan kalau kita asal-asalan.”

Teknik budidaya yang diterapkan adalah kombinasi organik dan konvensional. Pemupukan berkala menggunakan sebagian pupuk organik lokal, irigasi manual dengan sistem tadah hujan dan saluran sederhana, serta pengendalian gulma secara manual tanpa pestisida kimia berat. Pendekatan semi-organik ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga sesuai dengan kapasitas dan pengetahuan petani.

Setelah 12-14 bulan menunggu, panen pertama tiba. Produktivitas mencapai 15-20 ton per hektare per tahun, dengan buah berbobot 1,5 hingga 7 kilogram. Frekuensi panen dua kali setahun, tergantung varietas dan cuaca. Angka ini mungkin tidak spektakuler dibanding perkebunan nanas skala besar di Jawa, namun bagi lahan yang dulu tidak produktif sama sekali, ini adalah pencapaian luar biasa.

Perempuan di Balik Dodol Nanas

Sementara laki-laki mendominasi aktivitas di kebun, perempuan menemukan ruang mereka di hilirisasi produk. Ibu Nur, yang sebelumnya hanya ibu rumah tangga sesekali menjual kue lokal, kini memimpin kelompok pengolah nanas yang terdiri dari sekitar 15 ibu-ibu desa.

“Awalnya saya ragu, takut gagal,” kenangnya. “Saya tidak pernah bikin dodol nanas sebelumnya. Tapi setelah ikut pelatihan dari PT Vale, saya percaya bisa bantu keluarga.”

Kelompok ini mengolah buah nanas yang tidak lolos standar pasar segar menjadi dodol, selai, dan minuman kemasan. Produk dijual seharga Rp10.000 hingga Rp25.000 per kemasan, jauh lebih menguntungkan dibanding menjual buah mentah. Pasar mereka masih lokal—Wasuponda dan Malili—namun mulai menarik minat dari luar melalui agrowisata.

Dampak ekonomi terasa nyata. Pendapatan rata-rata petani meningkat dari kurang dari Rp1 juta per bulan menjadi Rp1,5-2,5 juta per bulan, tergantung peran masing-masing. Ibu Nur bahkan bisa membeli perlengkapan sekolah untuk ketiga anaknya dan membiayai salah satu dari mereka masuk SMA di Malili—sesuatu yang mustahil sebelum program ini.

“Anak saya bilang, ‘Bu, teman-teman suka dodol nanas buatan Ibu,'” ujarnya dengan bangga. “Saya tidak pernah tahu kalau hasil kerja saya bisa sampai ke tangan anak sekolah di kota.”

Perubahan tidak hanya ekonomis, tetapi juga sosial. Petani yang aktif dalam program kini dipandang sebagai pelopor perubahan, bukan sekadar buruh tambang. Perempuan seperti Ibu Nur menjadi panutan lokal, membuktikan bahwa pemberdayaan ekonomi adalah pintu masuk bagi transformasi sosial yang lebih luas.

BACA JUGA:  WALHI Sulteng Desak Menteri LHK Tarik Keputusan Proper bagi PT IMIP

Transfer pengetahuan terjadi secara organik. Warga yang awalnya skeptis kini mulai menanam nanas di pekarangan mereka. Beberapa desa tetangga bahkan mengajukan proposal ke PT Vale untuk program serupa. Hasan, petani muda yang sempat ingin merantau, kini menjadi inspirasi bagi pemuda lain untuk bertahan di kampung.

Anggota kelompok tani menunjukkan jus nenas hasil olahan dari perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Anggota kelompok tani menunjukkan jus nenas hasil olahan dari perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)

Pertanyaan yang Belum Terjawab

Namun, di balik keberhasilan yang terlihat mata, pertanyaan tentang keberlanjutan jangka panjang tetap menggantung. PT Vale menyatakan komitmen hingga 2026-2027 sebagai bagian dari program LRP, namun detail mekanisme transisi dan jaminan keberlanjutan pasca-program masih memerlukan elaborasi lebih lanjut.

“Kalau Vale berhenti bantu, kami takut tidak bisa jual dodol ke luar desa,” ungkap Ibu Nur dengan jujur. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Kelompok pengolah masih sangat bergantung pada pelatihan branding, distribusi, dan akses pasar yang difasilitasi PT Vale. Belum ada koperasi formal atau akses ke lembaga keuangan yang bisa menjadi jaring pengaman jika dukungan eksternal berkurang.

Dari sisi teknis, petani mulai mampu mengelola tanam dan panen secara mandiri, namun manajemen keuangan, pemasaran, dan pengolahan lanjutan masih memerlukan pendampingan. Belum ada sistem pencatatan formal atau mekanisme transparansi dalam pembagian profit—semuanya masih berbasis kepercayaan dan musyawarah informal.

Dr. Ardiansyah, agronom dari Universitas Hasanuddin yang pernah mengamati program ini, memberikan perspektif kritis: “Monokultur nanas bisa bertahan 3-5 tahun, tapi perlu rotasi atau diversifikasi untuk menjaga kesehatan tanah. Tanpa intervensi lanjutan, ada risiko deplesi nutrisi dan stagnasi ekosistem.”

Concern ekologis ini belum mendapat perhatian serius. Irigasi masih berbasis tadah hujan tanpa sistem konservasi air. Belum ada pemantauan dampak lingkungan jangka panjang atau rencana diversifikasi tanaman. Fokus masih pada produktivitas jangka pendek, bukan keberlanjutan ekosistem.

Dari sisi pemerintah, Dinas Pertanian Luwu Timur menyatakan dukungan dan kesiapan mengambil alih fasilitasi jika PT Vale mundur, namun mekanisme konkret belum dijabarkan secara detail. “Kami belajar bahwa program seperti ini harus dimulai dari desa, bukan dari atas,” kata Kepala Dinas Pertanian. Namun pernyataan ini masih perlu diterjemahkan menjadi anggaran, SDM, dan sistem yang operasional.

Akademisi dan aktivis pemberdayaan masyarakat juga mengajukan pertanyaan krusial: bagaimana dengan petani yang tidak ikut program? Apakah ada risiko kesenjangan ekonomi baru? Bagaimana memastikan posisi tawar petani tidak melemah setelah fasilitator eksternal pergi?

Meski seleksi petani tidak ekslusif secara formal, ada eksklusi sosial berbasis skeptisisme dan kesiapan mental. Warga yang ragu di awal kini ingin bergabung, namun kapasitas program terbatas. Pertanyaan tentang inklusivitas dan keadilan akses menjadi penting ketika program akan direplikasi ke desa lain.

Membandingkan dengan Model Lain

Program Ponda’ta bukanlah satu-satunya model kemitraan korporasi-masyarakat di sektor pertanian Indonesia. PT Pertamina EP menjalankan program serupa di Desa Sarijaya, Jawa Barat, dengan model hibah dan pelatihan teknis serta exit strategy lima tahun dengan transisi ke koperasi lokal. PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Sumatera Utara mengembangkan petani untuk meredam resistensi sosial, fokus pada legitimasi sosial dan keberlanjutan proyek energi.

Di tingkat internasional, Rio Tinto di Australia menjalin kemitraan dengan komunitas Aborigin untuk pertanian dan konservasi berbasis bagi hasil dan ownership komunitas dengan exit strategy 10 tahun. Nestlé menjalankan program petani kopi di Vietnam dengan model pinjaman lunak dan pelatihan intensif yang mencapai kemandirian melalui koperasi dan akses pasar global.

Apa yang membuat Ponda’ta berbeda adalah inisiasi bottom-up dari masyarakat, bukan korporasi. Rimal Manuk Allo, bukan eksekutif PT Vale, yang pertama kali memimpikan transformasi lahan kritis. Pendekatan ini menciptakan rasa kepemilikan yang lebih kuat, namun juga menghadirkan tantangan dalam keberlanjutan institusional.

Lesson learned dari model lain menunjukkan bahwa koperasi dan ownership komunitas memperkuat keberlanjutan. Integrasi ke rantai pasok industri—seperti yang dilakukan Nestlé—memperluas pasar dan mengurangi ketergantungan pada satu pembeli. Namun, Ponda’ta belum memiliki sistem koperasi formal, jaminan harga minimum, atau rotasi tanaman untuk konservasi tanah.

BACA JUGA:  OJK Cabut Izin Usaha PT Sarana Sulteng Ventura, Wajib Selesaikan Hak dan Kewajiban

Best practice yang belum diterapkan di Tabarano mencakup kelembagaan koperasi yang kuat, jaminan harga minimum untuk melindungi petani dari fluktuasi pasar, diversifikasi tanaman untuk keberlanjutan ekologis, dan sistem distribusi regional yang lebih luas. Ini bukan kritik untuk meremehkan pencapaian, melainkan peta jalan untuk memperkuat program yang sudah berjalan.

Dua anggota kelompok tani pengelola menunjukkan buah nenas yang dibudidayakan di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)
Dua anggota kelompok tani pengelola menunjukkan buah nenas yang dibudidayakan di lahan perkebunan desa di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). (©bmzIMAGES/basri marzuki)

Jalan ke Depan: Dari Hibah ke Kepemilikan

Berdasarkan pengalaman lapangan dan komparasi dengan model lain, beberapa rekomendasi konstruktif dapat diajukan.

Untuk PT Vale, penguatan roadmap exit strategy dan kelembagaan petani menjadi prioritas. Percepatan kemandirian bisa dilakukan melalui fasilitasi koperasi, akses modal, dan sistem distribusi yang tidak bergantung pada fasilitator eksternal. Transparansi mekanisme harga, distribusi profit, dan evaluasi dampak perlu ditingkatkan untuk membangun kepercayaan jangka panjang.

Untuk pemerintah daerah, dukungan kebijakan yang masih kurang mencakup insentif koperasi, subsidi transportasi produk desa, dan koneksi ke pasar regional melalui digitalisasi distribusi. Peran pemerintah pasca-program tidak bisa hanya retorika—harus ada anggaran, SDM, dan sistem yang siap mengambil alih fasilitasi teknis dan kelembagaan.

Untuk kelompok tani, kapasitas yang perlu dikembangkan meliputi manajemen keuangan, branding produk, dan strategi distribusi. Penguatan kelembagaan melalui pembentukan koperasi, sistem pencatatan yang transparan, dan musyawarah rutin akan memperkuat posisi tawar mereka. Strategi diversifikasi—seperti pengembangan jus, keripik, fermentasi nanas, dan wisata edukatif—bisa membuka sumber pendapatan baru.

Untuk replikasi ke desa lain, faktor kunci sukses yang bisa ditiru adalah kepemimpinan desa yang visioner, tradisi gotong royong, dan pemilihan varietas adaptif. Namun, konteks spesifik seperti jenis tanah, budaya lokal, dan akses pasar harus diperhatikan. Modifikasi untuk setting berbeda mungkin memerlukan skema pembiayaan yang fleksibel, rotasi tanaman, dan kemitraan distribusi yang lebih luas.

Menanam Harapan, Menuai Pertanyaan

Sore itu, ketika matahari mulai terbenam di kaki perbukitan Tabarona, Rimal Manuk Allo berdiri di tengah kebun nanas yang dulu ia impikan. Tanaman yang dulunya dianggap mustahil kini berbuah lebat, memberikan nafkah bagi puluhan keluarga di desanya.

“Saya tidak bilang ini sempurna,” katanya jujur. “Masih banyak yang harus diperbaiki. Tapi yang penting, kami sudah membuktikan bahwa lahan yang mati bisa hidup kembali kalau ada kemauan dan kerja sama.”

Program Ponda’ta adalah cerita tentang harapan yang tumbuh di tanah yang tidak menjanjikan. Ini adalah bukti bahwa kemitraan korporasi-masyarakat bisa membawa perubahan nyata ketika inisiatif datang dari bawah dan didukung dengan pendampingan yang tepat. Namun, ini juga pengingat bahwa kesuksesan sejati bukan diukur dari panen hari ini, melainkan dari kemampuan masyarakat untuk terus berdiri sendiri ketika fasilitasi eksternal tidak lagi ada.

Keberhasilan Tabarano memberikan inspirasi, namun juga mengajukan pertanyaan krusial tentang model pemberdayaan berbasis korporasi: Bagaimana memastikan keberlanjutan tanpa menciptakan ketergantungan? Bagaimana menyeimbangkan kepentingan ekonomi jangka pendek dengan pelestarian ekologis jangka panjang? Bagaimana memastikan keadilan akses dan inklusivitas dalam program yang terbatas kapasitasnya?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak mengurangi pencapaian yang sudah diraih. Justru, mengajukan pertanyaan sulit adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap kerja keras petani Tabarano dan komitmen PT Vale. Karena transformasi sejati bukan tentang menanam nanas di lahan tandus, tetapi tentang menanam kemandirian di hati masyarakat—dan itu memerlukan lebih dari sekadar bibit dan pupuk.

Bukit di Tabarano kini hijau dan produktif. Pertanyaannya bukan apakah ini kisah sukses—jawabannya jelas ya. Pertanyaan yang lebih penting adalah: bagaimana memastikan kehijauan ini bertahan jauh setelah program berakhir, dan bagaimana menjadikannya model yang bisa direplikasi tanpa menciptakan pola ketergantungan baru?

Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan apakah Ponda’ta adalah intervensi sementara atau transformasi berkelanjutan. Dan jawabannya tidak ada di tangan PT Vale semata, melainkan di dalam kemitraan sejati antara korporasi, pemerintah, dan—yang terpenting—masyarakat Tabarano itu sendiri. (basri marzuki)

 

TAGGED:kebun nanasluwu timurpemberdayaan lingkar tambangpertambangan nikelpt vale indonesiatabaranowasuponda
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp LinkedIn Email Copy Link
Previous Article (© FSB) Festival Sastra Banggai 2025 Kembali akan Digelar RTH Teluk Lalong
Next Article Peserta walking tour melewati kolong Jembatan 1 Palu. Senin (29/9/2025)(© rindang.ID/bmz) Walking Tour di Bantaran Sungai Palu, Membangun Ingatan pada Kota
Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

Berita Terbaru

Plt. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Palu, Rahmad Mustafa (kiri) pada pembukaan Seminar Akhir Dokumen IKPLHD Kota Palu Tahun 2024, di Ruang Rapat Bantaya Palu, Senin (29/9/2025). (© Prokopim Setda Kota Palu/Iwan)
Lingkungan

Pemkot Palu Prioritaskan Isu Lingkungan dalam Pembangunan

30 September, 2025
Tersangka kasus curanmor, MA dan I di Mapolresta Palu, Senin (29/9/2025). (© Humas Polresta Palu)
Hukum-Kriminal

Polresta Palu Ringkus Dua Residivis Curanmor, Satu Diamuk Massa

29 September, 2025
Tersangka AS bersama barang bukti yang disita Polresta Palu, Senin (29/9/2025). (© Humas Polresta Palu)
Hukum-Kriminal

Polresta Palu Ringkus Pelaku Curat yang Beraksi di 9 Lokasi

29 September, 2025
Wakil Ketua I DPRD Sulteng, Aristan (kedua kanan) memimpin RDPterkait PETI di Kabupaten Parigi Moutong, Senin (29/9/2025). (© Agil Alanstin)
Lingkungan

DPRD Sulteng Gelar RDP Bahas Pertambangan Ilegal di Parigi Moutong

29 September, 2025
Peserta walking tour melewati kolong Jembatan 1 Palu. Senin (29/9/2025)(© rindang.ID/bmz)
Feature

Walking Tour di Bantaran Sungai Palu, Membangun Ingatan pada Kota

29 September, 2025

Berita Populer

Foto

10 Pemuda Cetuskan Kawasan Wisata Alam Buntiede di Desa Padende

25 October, 2021

Pelaku Pembunuhan di Taman Ria Akhirnya Ditangkap Polisi

28 July, 2021
Komunitas

Tak Ada Perempuan, Sikola Mombine “Gugat” SK Penetapan Anggota KPID Sulteng

10 January, 2022
Morowali Utara

Perahu Terbalik Dibawa Arus, Seorang Warga masih Dicari

14 December, 2021
Parigi Moutong

Banjir di Sidoan Barat Seret Seorang Warga

3 January, 2022

Logo BeritaPalu.id Akurat dan Terpecaya

Komitmen kami terhadap akurasi, netralitas, keberimbangan, dan penyampaian berita terkini telah membangun kepercayaan dari banyak audiens. Terdepan dengan pembaruan terkini tentang peristiwa, tren, dan dinamika terbaru.
FacebookLike
XFollow
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow
WhatsAppFollow
LinkedInFollow
MediumFollow
QuoraFollow
- Advertisement -
bmzimages.combmzimages.com

Dapatkan Info Terbaru

Masukkan email Anda untuk mendapatkan pemberitahuan artikel baru

Berita Terkait

Perajin kain tenun Donggala dan peluncuran layangan di Donggala. (© bmzIMAGES/basri marzuki)
Donggala

Donggala di Persimpangan Budaya dan Pariwisata, Antara Layang-layang dan Tenun Donggala

beritapalu
Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum RI Razilu saat mengunjungi industri bawang goreng di Palu, Jumat (26/9/2025). (©Kemenkum Sulteng)
Bisnis

Bawang Goreng Palu Resmi Tercatat Indikasi Geografis

beritapalu
Budiawansyah, Chief of Sustainability & Corporate Affairs PT Vale Indonesia, saat menerima penghargaan. (©PT Vale Indonesia)
Bisnis

PT Vale Indonesia Raih Dua Penghargaan ESG Business Awards 2025

beritapalu
Warga memadati arena pasar murah yang digelar dua hari di Lapangan Dispora Kota Palu, Kamis (25/9/2025). (©Prokopim Setda Kota Palu/Jufri)
Bisnis

Pasar Murah Dua Hari di Lapangan Dispora Kota Palu

beritapalu
beritapalu.ID
Facebook Twitter Youtube Instagram Linkedin

About US

beritapalu.ID adalah situs berita online berbasis di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Berlandaskan prinsip-prinsip jurnalisme dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Kecepatan memang penting, tapi akurasi pemberitaan jauh lebih penting. Kami berpihak kepada kebenaran dan kemaslahatan orang banyak, kami juga punya persepsi sendiri untuk menerjemahkannya. Tidak semua berita yang disajikan mewakili pikiran kami. 

Managerial
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontak
  • Karir
Kebijakan
  • Disclaimer
  • Kode Perilaku
  • Privacy Policy
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Berita

Kunjungi kami di

https://bmzimages.com

© 2025 by beritapalu.ID

PT Beritapalu Media Independen
All Rights Reserved.

Copyright © 2025 beritapalu.ID | Published by PT Beritapalu Media Independen | All Rights Reserved
Halaman
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?