SIGI, beritapalu | Pagi itu, jalan menuju Danau Lindu terlihat seperti ular raksasa yang menggeliat. Antrean kendaraan mengular sejak memasuki Desa Tomado, memecah keheningan pegunungan Sigi yang biasanya hanya ditemani kicau burung dan suara angin yang berdesir di antara dedaunan.
Festival Danau Lindu 2025 telah dimulai, dan dampaknya jauh melampaui perkiraan panitia. Yang direncanakan sebagai acara budaya tahunan kelima, kini berubah menjadi fenomena yang membuat seluruh kawasan Lindu bergetar dengan kehidupan baru.
Pengunjung Membludak, Meledaknya Antusiasme
“Saya tidak pernah melihat Lindu seramai ini,” kata Sarlis, warga Desa Anca, sambil memandang barisan tenda yang memenuhi setiap sudut yang bisa ditempati. Matanya berbinar, campuran antara takjub dan bangga.
Camping ground yang telah disiapkan panitia ternyata tak mampu menampung lonjakan pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Mereka yang terlambat mendapat tempat terpaksa mendirikan tenda di halaman-halaman rumah warga, di tepi jalan, bahkan di lahan kosong yang bisa dijangkau.
“Luar biasa, ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,” lanjut Sarlis. “Mungkin selain karena jalannya sudah bagus dan bisa dilewati mobil, kali ini kami sebagai warga Lindu benar-benar merasakan bahwa ini adalah festival kami sehingga kami sangat gembira.”
Kemacetan yang biasanya hanya ada di kota-kota besar, kini hadir di tengah pegunungan Sigi. Namun anehnya, tak ada keluhan. Pengendara justru turun dari kendaraan, mengabadikan momen, dan berinteraksi dengan sesama pengunjung. Kemacetan berubah menjadi kesempatan bersosialisasi.
Gubernur Jatuh Cinta pada Danau
Di antara hiruk-pikuk festival, sosok Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid terlihat santai duduk di atas bale-bale kayu, menikmati nasi bambu sambil berbincang dengan warga. Tak ada protokol kaku, tak ada jarak yang memisahkan pemimpin dengan rakyatnya.
“Dari sejumlah danau yang pernah saya lihat, Danau Lindu adalah the best,” katanya dengan mata yang masih terpesona memandang permukaan danau yang tenang. Kalimat sederhana itu keluar dari hati seorang pemimpin yang telah berkeliling berbagai daerah di Indonesia.
Bersama Wakil Gubernur Reny A. Lamdjido, Bupati Sigi Moh Rizal Intjenae dan wakilnya Samuel Yansen Pongi, serta Asisten Deputi Event Daerah Kemenparekraf Reza Pahlevi, Gubernur Hafid tidak hanya berpindah dari satu panggung ke panggung lain. Mereka menyatu dengan festival, menikmati setiap pertunjukan, dan berinteraksi langsung dengan pengunjung.
“Saya akan ikut membantu pengembangan Danau Lindu ini,” janji Gubernur Hafid dengan tegas. Komitmen itu bukan sekadar janji politik, tetapi pengakuan terhadap potensi luar biasa yang dimiliki Danau Lindu sebagai destinasi wisata unggulan.
Panen Raya Para Pelaku UMKM
Di sudut lain festival, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merasakan “panen” yang tak terduga. Kios-kios kebanjiran pengunjung yang ingin membawa pulang sepotong kenangan dari tanah leluhur To Lindu.
Pasar produk UMKM menjadi daya tarik tersendiri. Berbagai produk lokal dipajang dengan bangga: kain kulit kayu yang telah diubah menjadi tas cantik, aksesoris unik, makanan khas, hingga kerajinan tangan yang menunjukkan keterampilan turun-temurun masyarakat Lindu.
Yang paling menarik perhatian adalah demo pembuatan kain kulit kayu. Perajin dengan sabar memperagakan proses yang telah mereka kuasai puluhan tahun. Dari kulit pohon yang kasar, dengan teknik tradisional yang diwariskan leluhur, tercipta kain yang lembut dan bisa dijadikan berbagai produk fashion.
“Ini pertama kali saya lihat langsung bagaimana kain kulit kayu dibuat,” kata seorang pengunjung dari Palu yang antusias mengikuti setiap tahap pembuatan. “Sungguh luar biasa kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Lindu.”
Festival yang Merangkul Semua
Festival Danau Lindu 2025 bukan hanya tentang pertunjukan seni dan budaya. Ada workshop lingkungan yang mengajarkan pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian danau. Ada tour keliling danau yang memungkinkan wisatawan menikmati keindahan alam dari berbagai sudut pandang.
Yang tak kalah menarik adalah kunjungan ke situs makam Mardika dan situs megalit yang menyimpan sejarah panjang peradaban di kawasan ini. Pengunjung tidak hanya bersenang-senang, tetapi juga belajar tentang nilai-nilai sejarah dan budaya yang telah menjadi fondasi kehidupan masyarakat Lindu.
Seperti mendapat berkah dari alam, cuaca selama festival berlangsung sangat bersahabat. Langit cerah, angin sepoi-sepoi, dan udara pegunungan yang segar membuat setiap kegiatan berjalan dengan sempurna.
“Festival kali ini sangat meriah, dari ujung Desa Puroo sampai ujung Desa Anca, semuanya merasakan kemeriahan ini,” kata Sarlis dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
Kemeriahan itu bukan hanya dirasakan oleh pengunjung dari luar, tetapi juga oleh masyarakat lokal yang menjadi tuan rumah. Mereka tidak sekadar menonton dari kejauhan, tetapi menjadi bagian integral dari setiap kegiatan.
Makna di Balik Kemeriahan
Festival Danau Lindu 2025 telah membuktikan bahwa pariwisata berbasis budaya dan kearifan lokal memiliki daya tarik luar biasa. Ketika banyak destinasi wisata mengandalkan fasilitas mewah dan atraksi buatan, Lindu justru memikat dengan keaslian dan ketulusan.
Kemacetan di jalan menuju Lindu bukan sekadar masalah transportasi, tetapi bukti bahwa masyarakat Indonesia masih haus akan pengalaman autentik. Mereka rela menempuh perjalanan jauh dan menginap di tenda demi merasakan langsung kehangatan hospitalitas To Lindu.
Bagi masyarakat Lindu sendiri, festival ini menjadi momen untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga bagian dari Indonesia modern yang mampu mengelola warisan budaya menjadi aset ekonomi.
Ketika malam tiba dan Festival Danau Lindu 2025 memasuki hari terakhir, yang tersisa bukan hanya kenangan indah, tetapi janji untuk kembali. Danau yang tenang itu telah menjadi saksi bahwa Indonesia masih memiliki permata tersembunyi yang menunggu untuk bersinar lebih terang.
Laporan basri marzuki dari Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi.